Bagi mereka yang baru pertama kali mendengar nama Tegal, yang teringat pasti dialek masyarakatnya yang khas. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Tegal menggunakan Bahasa Jawa Banyumasan dengan dialek Tegal. Kata orang Jawa pedalaman, dialek yang khas itu disebut “ngapak-ngapak” atau “kowek”. Di Jakarta, kota di pantai utara (pantura) Jawa Tengah ini dikenal dengan warung tegal (warteg)-nya.

Pengunjung dapat memetik stroberi langsung dari pohonnya.

Pengunjung objek wisata Guci menikmati mandi air panas dari pancuran. [Foto-foto: Pembaruan/Stefy Thenu]

Setelah dialek khas itu banyak dipakai oleh kalangan pelawak dan selebriti dalam memerankan berbagai lakon, seperti almarhum Kasino, Parto Patrio, dan Cici Tegal, nama Tegal pun kian dikenal di seantero negeri ini.

Tegal, adalah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, dengan ibu kota di Slawi, sekitar 14 km sebelah selatan Kota Tegal. Kabupaten ini berbatasan dengan Kota Tegal dan Laut Jawa di utara, Kabupaten Pemalang di timur, Kabupaten Banyumas di selatan, serta Kabupaten Brebes di selatan dan barat.

Bagian utara wilayah Kabupaten Tegal merupakan dataran rendah. Di sebelah selatan merupakan pegunungan, dengan puncaknya Gunung Slamet (3.428 meter). Di perbatasan dengan Kabupaten Pemalang, terdapat rangkaian perbukitan yang tidak terlalu terjal. Di antara sungai besar yang mengalir adalah Kali Gung dan Kali Erang, keduanya bermata air di hulu Gunung Slamet.

Kabupaten ini merupakan salah satu kabupaten terpadat di Jawa Tengah. Dilalui jalur utama Pantura, Kabupaten Tegal juga merupakan persimpangan utama dari Pantura menuju arah selatan Jawa Tengah, seperti Purwokerto, Kebumen, dan Yogyakarta.

Di sini, industri pengecoran logam banyak dijumpai. Sentranya terdapat di Kecamatan Talang, Adiwerna, Lebaksiu, dan juga di Lingkungan Industri Kecil (LIK) Dampyak, Kecamatan Kramat, yang sekaligus dijadikan Pusat Pelayanan dan Inovasi Teknologi (PPIT).

Gara-gara sentra pengecoran logam inilah, dahulu Tegal disebut-sebut Jepang-nya Indonesia. Berbagai peralatan kapal dan suku cadang untuk pompa air, traktor, diesel, rice mill, hingga mobil kebakaran dapat dibuat di sini. Tak heran, jika Astra tertarik menjalin kerja sama dengan para pengusaha UKM yang bergerak dalam bidang pengecoran logam.

Industri logam di Tegal

Selain besi, industri rumah tangga yang tak kalah hebat yakni konveksi yang berpusat di Adiwerna. Dari sini jutaan bal pakaian siap pakai setiap saat diangkut ke Pasar Pagi, sentra perdagangan pakaian jadi di Tegal, atau ke Pasar Tegal Gubuk di Cirebon, yang menjadi pasar tradisional konveksi terbesar di Jawa. Di Desa Lawatan, Kecamatan Dukuhturi, ada sentra kerajinan shuttlecock. Dari tangan para perajin di desa ini, shuttlecock made in Tegal menjelajah ke event-event bulutangkis internasional.

Lelah berkunjung ke berbagai sentra tadi, jangan lupa singgah melepas lapar di warteg, yang menjadi ikon Tegal. Warteg di sini sama dengan di Jakarta atau kota lain di mana pun. Dari sini, dari dua desa di Kecamatan Dukuhturi, yakni Sidakaton dan Sidapurna, ikon itu menyeruak ke mana-mana dan menjadikan warga di kedua desa itu punya rumah dan juga mobil mewah.

Selain warteg, kita juga bisa memuaskan rasa lapar dengan soto Tegal yang khas dengan rasa tauco, serta tentu saja melahap sate Tegal (sate kambing muda dengan bumbu sambal kecap) yang tersebar di seantero kota.

Makanan khas Tegal lainnya adalah sate bebek majir, kupat (ketupat) glabed, kupat blengong (kupat glabed dengan daging blengong; blengong = hasil kawin silang bebek dan menthok), kupat bongko (ketupat dengan sayur tempe yang telah diasamkan), nasi ponggol, pilus, krupuk antor, nasi bogana (nasi megono), sauto (soto ayam/babat khas Tegal dengan bumbu tauco dan tauge) serta tahu plethok.

Apa pun makanan di Tegal, minumnya apa lagi kalau bukan teh poci? Tradisi moci, minum teh poci dari gerabah sembari duduk lesehan, suatu kenikmatan tersendiri jika berkunjung ke kota ini. Tradisi minum teh itu tak lepas dari keluarga Soemarsono Sosrodjojo yang memulai usaha perusahaan tehnya di Slawi pada 1940, dan kemudian ekspansi ke Jakarta tahun 1965. Pada tahun 1970-an, perusahaan keluarga ini menjual teh dalam kemasan botol, dan menangguk sukses hingga kini.

Selain Sosro, juga ada Teh Poci yang diproduksi PT Gunung Slamet, ada pula PT Tunggul Naga dengan Teh Dua Tang dan Teh Tjatoet, CV Limas Jaya dengan produk Teh Gopek, serta perusahaan teh Cap Dua Burung dengan produk merek Tong Tjie, yang bukan saja menasional tapi juga go international.

Makan sate Tegal [Foto: Istimewa]

Produksi teh Tegal [Foto: Istimewa]

Guci

Ke Tegal, jangan lupa juga singgah ke Guci, pemandian air panas yang terletak di Kecamatan Bojong, sekitar 30 km dari kota Slawi. Objek wisata ini terletak di kaki Gunung Slamet bagian utara dengan ketinggian kurang lebih 1.050 meter di atas permukaan laut (dpl).

Di tempat wisata seluas 210 hektare ini telah tersedia berbagai macam fasilitas seperti penginapan, wisata hutan (wana wisata), kolam renang air panas, lapangan tennis, lapangan sepak bola, dan bumi perkemahan.

Di sini, air hangat mengalir deras terus-menerus tanpa henti. Kehangatan airnya dipercaya bisa menyembuhkan penyakit kulit dan rematik. Yang paling banyak didatangi pengunjung adalah Pemandian Pancuran 13 yang memang memiliki pancuran berjumlah tiga belas buah. Alasan lain karena tak bayar. Selain itu, Anda juga bisa berendam di pancuran tujuh.

Di Guci ada sekitar 10 air terjun yang terdapat di daerah Guci. Di bagian atas pemandian umum pancuran 13, agak jauh sekitar satu kilometer, terdapat air terjun dengan air dingin bernama Air Terjun Jedor. Dinamai begitu karena dulu tempat di sekitar air terjun setinggi 15 meter itu adalah milik seorang Lurah yang bernama Lurah Jedor.

Sambil jalan-jalan menikmati pemandangan pepohonan pinus, Anda dapat merasakan kesejukan daerah ini. Di Pancuran 7, penduduk setempat dan juga pengunjung sering berendam dan mandi, karena dipercaya dapat menyembuhkan penyakit kulit.

Objek wisata ini biasanya ramai dikunjungi pada malam Jumat Kliwon. Banyak orang yang ngalap (mengharap) berkah. Konon, kalau mandi pada jam dua belas malam dengan memohon sesuatu, permohonan apapun akan dikabulkan.

Menurut cerita turun-menurun, air panas Guci adalah air yang diberikan Walisongo kepada orang yang mereka utus untuk menyiarkan agama Islam ke Jawa Tengah bagian barat di sekitar Tegal. Karena air itu ditempatkan di sebuah guci (poci), dan berkhasiat mendatangkan berkat, masyarakat menyebut lokasi pemberian air itu dengan nama Guci.

Tapi karena air pemberian wali itu sangat terbatas, pada malam Jumat Kliwon, salah seorang sunan menancapkan tongkat saktinya ke tanah. Atas izin Tuhan, mengalirlah air panas tanpa belerang yang penuh rahmat ini. Sampai saat ini, setiap malam Jumat Kliwon, banyak orang datang dan mandi di tempat pemandian air panas ini untuk mendapat berkah. Objek wisata ini setiap tahunnya menyumbang Rp 800 juta ke kas Pemkab Tegal.

Selama berlibur di Guci, para pengunjung juga dapat menginap di hotel dan vila di Kecamatan Bumijawa yang berhawa dingin. Di sini, pengunjung dapat pula berwisata agro dengan membeli buah stroberi yang bisa dapat dipetik langsung dari pohonnya. Yuk, main ke Tegal. [Pembaruan/Stefy Thenu]