MALANG – Seperti dataran tinggi lainnya, Gunung Kawi menawarkan keindahan pegunungan asri dengan udara yang menyegarkan. Lebih dari itu, Gunung Kawi ternyata memiliki magnet “lain” yang sangat kuat sebagai daya tarik. Karena bagi sebagian orang, Gunung Kawi adalah salah satu tujuan wisata religius sekaligus simbol kemakmuran.
Memiliki ketinggian 2.860 meter dpl, Gunung Kawi tak pernah sepi pengunjung. Di kaki gunung ini, tepatnya di tengah kota Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang, terdapat pesarean (pemakaman) yang sangat terkenal, bahkan hingga ke mancanegara, yakni Pesarean Eyang Kyai Zakaria II atau Eyang Djoego dan Raden Mas Imam Soedjono atau Eyang Soedjo. Konon, keduanya adalah pengikut setia Pangeran Diponegoro yang berhasil selamat dari peperangan melawan kompeni Belanda, dan kemudian menetap di Gunung Kawi hingga akhir hayatnya.
Memasuki kawasan pesarean, pengunjung disambut gapura selamat datang “Pendopo Pesarean Agung” berbentuk seperti candi lengkap dengan aksara jawa di bagian atasnya. Bagian depan dinding gapura kanan dan kiri terdapat lukisan timbul yang menceritakan aktivitas Eyang Djoego dan Eyang Soedjo semasa hidup, lengkap dengan tahun keberadaan mereka, tahun 1871.
Yang menarik, masih di gerbang pesarean, pengelola juga dipasang papan pengumuman berisi jadwal kunjungan. Ada empat jadwal kunjungan, yakni pagi, siang, malam, dan tengah malam. Jadwal kunjungan pagi dimulai pukul 08.00, siang 14.00, dan malam 19.00. Sementara jadwal berkunjung dan berkeliling pesarean tengah malam dibatasi hanya satu jam dari pukul 24.00.
Selain ziarah di makam kedua bangsawan Yogyakarta itu, di kawasan pesarean juga terdapat dua tempat kunjungan yang sangat dikultuskan etnis Tionghoa, yakni kediaman Tan Kie Lam dan Kuil Dewi Kwan Im.
Mpek Lam—sapaan Tan Kie Lam—adalah warga Tionghoa yang merupakan murid kesayangan Eyang Soedjo. Itu sebabnya, meski Mpek Lam telah meninggal 44 tahun lalu, kawasan Pesarean Gunung Kawi, terutama Kuil Kwan Im dan kediaman Mpek Lam, menjadi tempat tujuan warga keturunan Tionghoa. Bahkan, kehadiran mereka sangat dominan dibanding etnis lainnya. Pluralitas agama ini terlihat sangat harmonis. Ini bisa diwakili dengan letak Masjid Imam Soedjono yang berdiri tak jauh dari Kuil Kwan Im.
Selain lokasinya yang dekat dengan masjid, keberadaan kuil itu tampak mencolok dengan lilin raksasa sebagai simbol dari Ti Kong. Lilin jumbo itu tampak mewah berada di lantai kuil berbahan batu granit. Namun, yang paling menarik dari kuil itu adalah patung Dewi Kwan Im berwarna emas berbahan dasar perunggu setinggi delapan meter yang diletakkan di ruang khusus di depan tempat lilin Ti Kong.
Patung seharga Rp 2,5 miliar itu sumbangan Liem Hong Sien alias Anthony Salim, putra Liem Sioe Ling alias Sudono Salim, pendiri Salim Grup. Patung Dewi Kwan Im dalam posisi Boddhisattva Avalokitesvara itu didatangkan langsung dari Taiwan pada Oktober 2008 lalu. Untuk mempermudah pengiriman, patung dipotong-potong kemudian disambung di Gunung Kawi.
“Penyambungan baru selesai akhir tahun kemarin,” ujar Eko, cucu juru kunci Gunung Kawi.
Masyarakat “Ketiban” Rezeki
Setiap hari kediaman Mpek Lam maupun Kuil Dewi Kwan Im tak pernah sepi pengunjung. Selain berziarah, para pengunjung umumnya mempunyai satu tujuan ngalap berkah (mencari kemakmuran). Bahkan pada hari-hari tertentu jumlah pengunjung bisa berlipat-lipat, mengikuti penanggalan Jawa dan China, seperti hari Jumat Legi, Hari Raya Imlek, dan perayaan Tahun Baru Jawa atau bulan Suro.
Kebetulan di bulan yang diyakini sebagai bulan keramat, tepatnya tanggal 12 Suro atau 9 Januari lalu, diperingati warga Wonosari sebagai haul (hari meninggalnya) Eyang Soedjo. Saat ngalap berkah, para peziarah biasanya menjalani ritual tertentu yang mereka yakini. Setelah itu mereka mencari tempat di sekitar kawasan Pesarean Gunung Kawi untuk menyepi. Yang paling menarik adalah berjibunnya pengunjung duduk di bawah pohon dewandaru. Konon, saat kepala kejatuhan daun dewandaru, keinginan bisa terwujud.
Pengunjung yang tak pernah sepi di Pesarean Gunung Kawi, memberi berkah tersendiri bagi warga Wonosari. Kecamatan di sebelah barat Kabupaten Malang itu berkembang pesat. Penginapan dan hotel tumbuh subur di sepanjang jalan menuju pesarean. Tak ketinggalan kios-kios suvenir khas Gunung Kawi. Oleh-oleh kuliner asli adalah telo (ketela) Gunung Kawi. Bentuknya sangat kecil memanjang seperti ibu jari. Berwarna ungu tua. Bila dimasak terutama dengan cara dikukus, rasanya sangat manis seperti madu.
Lepas dari itu, aliran kejawen yang erat dengan ritual selamatan tampaknya menjadi ladang bisnis tersendiri. Pengunjung tak perlu repot-repot menyiapkan aneka masakan dan sesaji ubo rumpe seperti cok bakal, pisang raja, dan kelapa muda untuk keperluan selamatan, karena di sana ada loket pemesanan tumpeng dan perlengkapan selamatan, lengkap dengan jadwal selamatan.
Menu selamatan, harganya bervariasi mulai dari Rp 35.000-550.000, dan tumpeng ayam Rp 110.000. Harga barang dan keperluan nazar juga bervariasi, mulai dari satu kotak minyak tanah Rp 70.000, seekor sapi Rp 10 juta, hingga menanggap wayang Rp 5 juta. n
Jangan percaya kalau gunung kawi adalah tempat pesugihan, yg menulis disini adalah putra kawi. Pesarehan Gunung Kawi adalah makam Mubaliq (Eyang YUGO dan Eyang IMAN SUJONO) dan kalau Gunung Kawi benar tempat pesugihan berarti orang kawi sudah kaya2 semua bro termasuk saya.
Mari bicara tentang keindahan puncak Gunung Kawi saja.
Mengenahi keelokan puncak Gunung Kawi dan siapa saja yg penasaran bisa menghubungi Bp. SAINDUT depan kantor Telcom Gunung Kawi karena beliau adalah pemandu pendaki puncak Kawi (0341-8191700/370987). Walaupun banyak hal mistik di puncak Kawi itu adalah pertanda keagungan ALLAH SWT. Keistimewaan puncak kawi diantaranya adalah 9 telaga nan elok, ladang padi yg membentang luas dan tak bertuan tapi kalo dibawa pulang oleh pendaki sampai dirumah padi yg tadinya padat berisi dan menguning akan ompong atau puso., sawi nan hijau dan enak sekali kalau dimasak dipuncak tapi kalau dimasak dirumah pahitnya minta ampun, kebun bunga adelwaise yg menakjubkan tapi lebih tahan lama dan lebih harum dari pada yg ada dibromo, banyak tanaman obat (kunir raja)dll, bekas kandang kuda yg beralas batu sejenis marmer, bekas musholla (bentuk pondasi lengkap dengan tempat imaman), batu pertapaan ken arok, makam empu tong bajil dan masih banyak lagi yg lainnya. SUBHANALLAH……
Catatan: Tapi jangan sekali2 naik kepuncak kawi tanpa pemandu.
Wassalam….
foto yang ada pada artikel ini bukan foto dari beberapa obyek wisata ritual gunung kawi. anda salah foto bos ?
saya berminat mengunjungi gunung kawi, mohon info yg selengkap2nya bagaimana bisa sampai sana dari jakarta dengan biaya minim & murah, naik angkutan umum apa & berapa biayanya. Kalau sy mau berdoa disana apa syaratnya, apa saja yang harus dipersiapkan & berapa biayanya. Terima kasih.
WarNing : Aku Sbg OrnG GN.Kawi Jgn PrCaya KLo Di Gn.Kawi TmpaT cRi PsuGiHan, kLo DsNi TmpaT cRi PsuGihaN, SayA UddA Kya DLuAn….
Hello assallam..kum 2all saya baru aje pulang dari mendaki gunung kawi 25 Nov 2010…wow tinggi skali kalo naik nafas dbuntut loh….hehehehe kerna umur saya 60tahun retired S.I.A staff dChangi Airport Singapore saya terkejut dan heran ya waktu kami mau membaca fateha untuk Eyang2 itu mereka memberi kami semua sekitaran 8orang gitu bermacam2 tangkal2 yg kita ngak mau…harga nye yg gedek setengah juta…uztad kami menolak lalu orang yg berkena’an muka nye n suara nye kayak marah gitu…kenapa dan mengapa begitu kita tidak mintak n tidak perlu tangkal segala…kami kesana hanya ingin tau dan melihat keindahan gunung kawi untuk xperince aje lah..jadi kesimpulan nye tidak salahkan kalo kita menolak nye????
Mummy Amy dari Singapore