pantai-pelabuhan-ratuPelabuhan Ratu – Ombak tak pernah sama di mata orang. Gelombang laut yang menghasilkan suara gemuruh itu selalu membuat kesan tersendiri. Ada yang kagum, ada pula yang penasaran. Orang yang takut pun juga ada. Biasanya, ketakutan mereka dikaitkan dengan sesuatu yang berbau mistik. Pastinya, hampir setiap orang terkesan ketika berjumpa dengan pantai yang berombak. Makin pas tersaji bersama keindahan panorama sekitar.

Kesenangan memandang ombak ternyata bisa jadi obat jenuh yang mujarab. Bukti ini makin kuat saat daerah pantai dengan ombak besar selalu dijejali manusia ketika musim libur. Tak usah jauh-jauh, coba saja perhatikan kesibukan sekitar pantai selatan Palabuhan Ratu—begitu sebagian warga lokal menyebutnya. Jumlah para pendatang musiman itu bukan lagi puluhan tetapi nyaris menembus angka ribuan. Sampai-sampai, saat hari raya Lebaran, jalan masuk ke pantai macet total.
Pantai Pelabuhan Ratu merupakan pantai teluk yang memiliki keindahan yang unik, yakni perpaduan antara pantai yang curam, pantai landai, karang terjal, hempasan ombak dan hutan cagar alam. Di lingkungan pantai para wisatawan dapat dengan leluasa menikmati kehangatan tropis seraya menyaksikan ombak yang bergulung-gulung menerpa batu karang.
Harus diakui, keindahan sepanjang pantai selatan Pelabuhan Ratu tak bisa dilepaskan dari cerita misteri seputar Nyai Roro Kidul. Seorang wanita yang dipercayai warga sebagai ratu penguasa pantai selatan.
Sebagian besar wisatawan lokal datang karena ada latar misteri selain hasrat memandang ombak tadi. Sedang kolega mereka dari mancanegara, tergelitik menonton ritual unik yang kerap kali digelar para nelayan Pelabuhan Ratu sebagai ungkapan terima kasih kepada sang Penguasa Laut.
Memang, sejauh ini misteri Nyai Roro Kidul masih menjadi sesuatu yang menarik untuk diketahui masyarakat. Meski ceritanya masih simpang siur, tetapi tak sedikit masyarakat yang mempercayai kebenaran cerita itu. Namun, bagi para nelayan, misteri Nyai Roro Kidul telah menjadi bagian hidup yang turun-temurun dan membudaya.

Makam Nyai Roro Kidul
Untuk pencinta ombak, pantai Karang Hawu tak bisa dilepaskan begitu saja. Letak pantai ini cuma 20 kilometer dari kota Pelabuhan Ratu. Di sini, kita bisa menikmati keunikan pantai karang yang menjorok ke laut dan berlubang di beberapa bagian itu. Bentuk karangnya lebih mirip tungku, dalam bahasa Sunda disebut Hawu. Perpaduan keunikan karang dengan ombak yang bergemuruh itu rasanya makin terasa komplet.
Di belakang garis pantai, menyembul bukit-bukit yang rindang oleh pepohonon. Kawasan ini cukup dikenal untuk kegiatan mendaki dan menyusuri. Tebing-tebing yang menjorok ke pantai diakibatkan karena aliran lava yang berhenti di sini. Konon, salah satu tebing tersebut merupakan tempat Nyai Roro Kidul menceburkan diri ke laut. Alasannya frustasi menghadapi penyakit yang diderita. Ia pun lalu menjelma jadi Ratu Laut Selatan nan sakti mandraguna.
Salah satu bukit itu ada yang dikeramatkan warga lokal. Di sini, terdapat kompleks makam, satu di antaranya dipercaya sebagai makam Nyai Roro Kidul. Pada hari tertentu, makam ramai dikunjungi orang yang ingin menemui Nyai Roro Kidul.
Makam penguasa pantai selatan itu ada di ruangan khusus. Sebuah lukisan besar yang menggambarkan sosok Nyi Mas Ratu Dewi Roro Kidul menjadi penghias ruangan. Ruang ini sendiri didekorasi dengan dominasi warna merah. Di sebelahnya, terdapat makam Eyang Sanca Manggala, Eyang Jalah Mata Makuta dan Eyang Syeh Husni Ali.
Selain pantai Karang Hawu, ada beberapa lokasi lain yang ramai dikunjungi. Sebut saja, pantai Cibareno, Cimaja, Cibangban, Break Water, Citepus Kebon Kelapa dan Tanjo Resmi. Khusus pada pantai yang terakhir, kita bisa melihat istana peristirahatan Presiden pertama negara ini, Sukarno. Istana ini dibangun pada 1960 dan punya panorama yang amat bagus.

Ombak Adalah Kesempatan
Kalau orang memandang ombak sebagai pelepas penat sekaligus penyimpan misteri, Andry Cahya justru punya perspektif berbeda. Baginya, ombak tak lebih dari sebuah kesempatan. Peluang manis yang tak boleh dilewatkan begitu saja. Kesempatan bagus biasanya tak datang dua kali.
Datang dari Jakarta menuju Pelabuhan Ratu, pada akhir pekan, bukan ”barang” baru bagi Andry. Jalan aspal sempit sejauh lebih kurang 171 kilometer bukan jadi halangan. Sejak 1997, ia telah terbiasa ber-weekend ke sini.
Tentu kemauan sungguh-sungguh itu berlandaskan sesuatu. Pria berambut ikal ini memang sengaja mencari ombak untuk menuntaskan hasrat. Ya, apalagi kalau bukan kesenangan bermain-main dengan ombak alias surfing.
Berbekal papan selancar buatan Australia, pagi-pagi sekali Andry sudah nongkrong di garis pantai. Matanya sibuk mencari-cari ombak bagus untuk diajak bermain. Pelan tapi pasti, papan selancar dikayuh ke tengah. Beberapa saat ia menunggu kedatangan ombak.
Kesenangannya makin bertambah saat Linsday, seorang ekspatriat asal Australia ikut bergabung. Kedua anak manusia berbeda bangsa itu berteriak-teriak girang ketika ombak yang ditunggu muncul.
”Saat ini memang bukan waktu yang tepat buat main. Sekarang lagi musim angin barat, susah cari ombak yang bagus. Tapi mau gimana lagi, saya sudah kepengen banget main,” ujar Andry yang berusia 34 tahun itu.
Di penghujung Februari, cuaca sama sekali tak bersahabat bagi siapa saja. Angin kencang dengan dibarengi pasang naik. Namun ombaknya sama sekali tak bagus untuk main surfing. Walau sudah berpindah beberapa lokasi, Andry dan Lindsay terlihat kurang bahagia. Kata mereka, waktu yang paling cocok, antara Mei sampai Oktober tiap tahunnya. Namun apa daya, karena hasrat sudah diubun-ubun, ombak tetap harus dicari.
Ini berarti, feeling harus tambah tajam. Kalau tidak, ombak yang tak tentu itu bisa hilang. Kalau sudah begitu, hilang pula kesenangan.
Di seputar Pelabuhan Ratu, paling tidak ada sembilan titik lokasi main surfing. Denny Komeng, pemuda lokal yang ikut keranjingan hobi ekstrem ini dengan tangkas menyebut satu per satu. Dari Batu Guram, Karang Sari, Samudra Beach, Cimaja, Karang Haji, Indicator, Sunset Beach, Ombak Tujuh sampai Ujung Genteng.
Masing-masing pantai punya sajian spesial. Tiap lokasi karakteristik ombak berbeda-beda. Rata-rata para peselancar menunjuk pantai Cimaja sebagai lokasi ideal. ”Ombaknya bisa sampai tiga meter. Di sini, tipe ombaknya point break, artinya si ombak pecah pada karang. Jadi lebih menantang,” timpal Zoufikar Imani, petualang ombak dari Jakarta.
Karena jadi favorit, Cimaja seringkali jadi tuan rumah beragam kejuaraan surfing. Dari tingkat nasional sampai kelas lokal, seperti Bupati Cup. Jadi jangan heran bila di daerah ini napasnya betul-betul serba surfing. Segala kebutuhan peselancar bisa didapat, rental papan selancar pun ada.
Agar tak ketinggalan dengan para pendatang, jago-jago lokal ikut menempa diri di sini. Kata Denny, pantai ini ditemukan pertama kali sebagai lokasi selancar oleh Arya Subiakto, peselancar kawakan dari Ibu Kota. Tahunnya antara 1978–1979.
Kalau tak doyan surfing, kita masih bisa melakukan aktivitas air lainnya. Masih ada diving, arung jeram atau mancing. Paling sial, berenang di pantai Cibangban.
Untuk kegiatan di darat, ada acara jalan-jalan menuju sumber air panas di Cisolok. Letaknya sekitar 17 kilometer dari kota Pelabuhan Ratu. Sumber air panas ini sangat cocok untuk membersihkan kulit dari segala macam penyakit. Maklum, airnya mengandung unsur belerang yang tinggi. Asyik kan?
(Sinar Harapan/bayu dwi mardana)