Wayang dikenal sebagai salah satu warisan budaya yang lahir dari masyarakat Indonesia terutama di Tanah Jawa. Dengan diakuinya sebagai salah satu warisan budaya dunia oleh UNESCO, wayang kini tak lagi bisa dikatakan sebagai milik masyarakat Indonesia saja tetapi juga masyarakat dunia yang boleh dinikmati oleh siapapun.

Dalam sejarahnya, kesenian wayang menjadi sarana yang efektif dalam penyebaran nilai-nilai budi dan moral manusia karena dikemas dalam sebuah pertunjukan seni dengan iringan musik.

Orang mengenal wayang sebagai sebuah kesenian tradisional yang pelaksanaannya memakan waktu yang cukup lama hingga semalam suntuk. Belakangan dengan semakin berkembangnya pola pikir masyarakat, muncul pembaharu-pembaharu dalam seni pertunjukkan wayang yang lebih singkat namun tidak mengurangi dan menghilangkan unsur-unsur etnik dan budaya tradisionalnya.

Dikalangan seniman wayang kulit dikenal nama Sujiwo Tedjo sebagai salah satu dalang yang membawakan pementasan wayang lebih atraktif dan menarik, kemudian ada Selamet Gundono, dalang nyentrik untuk Wayang Suket (Rumput).

Adalah Wawan Gunawan bersama Arthur S. Nalan dua dalang yang menemukan dan mengenalkan gaya baru dalam pementasan Wayang Golek. Aliran yang kemudian dikenal dengan nama Wayang Ajen ini ditemukan sekitar 1998, dan pertamakali dipentaskan pada 1999 dalam acara Pekan Wayang Indonesia di TMII Jakarta dengan lakon “Kidung Kurusetra”.

Kata Ajen diambil dari Bahasa Sunda Ngajenan yang secara harafiah artinya menghargai atau sesuatu yang diberikan penghormatan atau penghargaan.

“Wayang Ajen ini muncul dari sebuah kegelisahan tentang kerinduan pada sebuah pertunjukkan wayang lebih dinamis, kreatif sekaligus menghibur tapi tanpa menghilangkan nilai-nilai yang ada dalam sebuah pagelaran wayang golek,” kata Wawan Gunawan.

Wayang Ajen merupakan pertunjukan wayang golek gaya baru, penyajian pergelaran wayang ini menitikberatkan pada pilihan cerita berdasarkan sebuah naskah lakon tertulis. Naskah lakon tetap dibuat dengan sumber dari Wiracarita Mahabharata atau Ramayana, tetapi kemasan garapan lakon dengan muatan pesan moral yang lebih aktual dan kontekstual.

Pembaruan yang dilakukan dalam pertunjukan wayang ini juga melingkupi tata lampu dan panggung, penggunaan alat musik pengiring hingga mengkolaborasikan dengan jenis kesenian lainnya seperti tarian baik yang tradisional maupun modern. Termasuk alat musik yang digunakan sebagai pengiringnya. Pada Wayang Ajen juga menggunkan alat musik modern seperti organ dan bass drum.

“Wayang Ajen adalah pergelaran eksperimen kreatif wayang golek Sunda yang digarap secara akademis, dengan memanfaatkan kolaborasi dengan berbagai media seni yang saling Ngajenan atau menghargai dan saling melengkapi,” ujar dalang kelahiran Ciamis, Jawa Barat ini.

Inovasi-inovasi dalam pertunjukan ini bukan sekadar membuat sebuah pergelaran wayang menjadi lebih atraktif dan menghibur tetapi juga mempermudah si penonton dalam menangkap pesan yang disampaikan dalam sebuah cerita yang dimainkan. Sekaligus menjadi daya tarik bagi generasi muda untuk bisa mengenal dan menggeluti kesenian tradisional ini.

Konsep pertunjukan yang lebih modern ini pun telah membuat Wayang Ajen banyak digemari hingga mancanegara. Misi-misi kebudayaan kelompok wayang ini telah melanglang buana ke Eropa dan Asia.

Terakhir, Wawan menuturkan bahwa Wayang Ajen bertujuan memberi alternatif pertunjukan wayang terutama untuk apresiasi bagi generasi muda sebagai tempat bercermin (ngaji rasa dan ngaji diri) sehingga akhirnya diharapkan adanya “pencerahan” dan perenungan tentang apa, siapa, dan mau apa hidup di dunia ini.

Tampilkan Wayang Selebritas

Inovasi-inovasi yang hadir dalam pergelaran Wayang Golek Ajen juga muncul pada karakter wayang. Beberapa wayang dalam Wayang Ajen memunculkan wayang dengan karakter selebritas terkenal, mulai dari kiyai kondang sekelas AA Gym, Raja Dangdut Rhoma Irama, hingga rocker internasional seperti Mick Jagger.

“Munculnya figur-figur artis dalam Wayang Ajen membuat jalannya cerita semakin segar, biasanya karakter-karakter ini dihadirkan sebagai sahabat dari si Cepot,” kata sarjana lulusan Akademi Seni Tari Indonesia itu.

Selain selebritas, dalam Wayang Ajen pun terdapat figur wayang waria dan anak punk. Musik pengiring pun akan disesuaikan dengan karakter wayang yang akan muncul. “Karakter ini menunjukkan bahwa cerita yang kami angkat mengikuti perkembangan yang ada di masyarakat,” kata Wawan.

Dengan terobosan-terobosan ini ternyata membuat pertunjukkan wayang golek semakin diminati berbagai kalangan.

Sumber: Majalah Travel Club