Tana Toraja merupakan objek wisata yang terkenal dengan kekayaan budayanya. Kabupaten yang terletak sekitar 350 km sebelah utara Makassar itu sangat terkenal dengan bentuk bangunan rumah adatnya. Rumah adat ini bernama Tongkonan. Atapnya terbuat dari daun nipa atau kelapa dan mampu bertahan sampai 50 tahun. Tongkonan juga memiliki strata sesuai derajat kebangsawanan masyarakat, seperti strata emas, perunggu, besi, dan kuningan.
Saking melekatnya imej Tana Toraja dengan bangunan rumah adat ini, sebagai bentuk promosi pariwisata dan untuk menggaet turis Jepang ke daerah ini, maka rumah adat pun dibangun di negeri matahari terbit itu.
Bangunannya dikerjakan oleh orang Toraja sendiri dan diboyong pengusaha pariwisata ke negeri sakura. Sekarang di Jepang sudah ada dua Tongkonan yang sangat mirip dengan Tongkonan asli. Kehadiran Tongkonan selalu membuat kagum masyarakat negeri tersebut karena bentuknya yang unik. Perbedaannya dengan yang ada di Tana Toraja hanya terletak pada atapnya yang menggunakan daun sagu (rumbia).
Masih banyak lagi daya tarik Tana Toraja selain upacara adat rambu solo (pemakaman) yang sudah tersohor selama ini. Sebutlah kuburan bayi di atas pohon tarra di Kampung Kambira, Kecamatan Sangalla, sekitar 20 km dari Rantepao, yang disiapkan bagi jenazah bayi berusia 0-7 tahun.
Meski mengubur bayi di atas pohon tarra itu sudah tidak dilaksanakan lagi sejak puluhan tahun terakhir, pohon tempat “menyimpan” mayat bayi itu masih tetap tegak dan banyak dikunjungi wisatawan.
Di atas pohon tarra – yang buahnya mirip buah sukun – dengan lingkaran batang pohon sekitar 3,5 meter, tersimpan puluhan jenazah bayi.
Sebelum jenazah dimasukkan ke batang pohon, terlebih dahulu batang pohon itu dilubangi. Mayat bayi diletakkan ke dalam, lalu ditutupi dengan serat pohon kelapa berwarna hitam. Setelah puluhan tahun, jenazah bayi itu akan menyatu dengan pohon tersebut. Ini suatu daya tarik bagi para pelancong dan untuk masyarakat Tana Toraja tetap menganggap tempat tersebut suci seperti anak yang baru lahir.
Penempatan jenazah bayi di pohon ini, seperti dikutip Kapanlagi.com, disesuaikan dengan strata sosial masyarakat. Makin tinggi derajat sosial keluarga itu maka makin tinggi letak bayi yang dikuburkan di batang pohon tarra.
Selain itu, bayi yang meninggal dunia diletakkan sesuai arah tempat tinggal keluarga yang berduka. Kalau rumahnya ada di bagian barat pohon, maka jenazah anak akan diletakkan di sebelah barat.
Sementara itu, untuk sampai di Tana Toraja yang mengagumkan ini ada jalur penerbangan domestik Makassar-Tana Toraja. Penerbangan ini hanya sekali dalam seminggu dan memakai pesawat kecil berpenumpang delapan orang. Namun, waktu yang dibutuhkan cukup singkat, hanya 45 menit dari Bandara Hasanuddin Makassar. Dan jika lewat darat, perjalanan yang cukup melelahkan membutuhkan waktu tujuh jam.
Even yang menarik di kawasan wisata ini adalah upacara pemakaman jenazah (rambu solo) dan pesta syukuran (rambu tuka) yang merupakan kalender tetap tiap tahun.
Selain even tersebut, para pengunjung bisa melihat dari dekat objek wisata budaya menarik lainnya, seperti penyimpanan jenazah di penampungan mayat berbentuk kontainer ukuran raksasa dengan lebar 3 meter dan tinggi 10 meter serta tongkonan yang sudah berusia 600 tahun di Londa, Rantepao. (Laksito Adi)
Atap Tongkonan itu dari bambu kecil, bukan nipa. Kalo Nipa cepat namun bambu bisa bertahan puluhan tahun.
Mohon dikoreksi informasinya.
Untuk diketahui bambu memiliki banyak fungsi serta memiliki nilai filosofis yang tinggi bagi masyarakat Toraja.
Sebagai contoh kerabat sering disebut “rapu tallang” – serumpun bambu. Artinya berasal dari satu asal usul. Banyak lagi kalau berniat mengetahuinya.
Salam
i love indonesia,,
ayo jadikan negeri kita surga
ngeri tapi menarik itu lah toraja