Ruma Bolon, merupakan rumah adat Batak yang biasa digunakan untuk tempat berkumpul keluarga atau untuk acara-acara adat.

Pesawat kecil, Susi Air berpenumpang 12 orang, bertolak dari Bandara Polonia Medan, Sumut, menuju Bandara Silangit, di Silangit Kabupaten Tapanuli Utara. Pesawat yang diawaki oleh dua bule itu, melaju dengan perlahan di saat cuaca begitu terang dan tenang, pertengahan April lalu.

Pemandangan nun jauh di bawah sana, begitu memesona. Setelah “hutan bangunan” di Kota Medan, kita bisa menyaksikan persawahan dan kebun-kebun sawit yang menghijau.

Semakin jauh dari Kota Medan, pemandangan digantikan dengan panorama Danau Toba nan indah. Air yang membiru dan hutan-hutan yang lebat sangat menyejukkan mata.

Meski tak sedikit lahan gundul di dataran rendah dan di perbukitan, namun mata dan hati kita diajak berpaling kepada birunya air Danau Toba yang terlihat begitu tenang. Lebih kurang 40 menit perjalanan, pesawat pun mendarat dengan mulus di bandara.

Hanya sekitar 15 menit perjalanan, Kota Balige, Ibu Kota Kabupaten Toba Samosir pun sudah bisa dicapai. Maka, rencana mengisi hari-hari libur di Kota Balige pun bisa diatur. Tak usah khawatir waktu kita akan habis tanpa bermakna. Selain objek wisata yang sudah ada sebelumnya, alam Balige juga cukup menarik untuk dijelajahi.

Mandi-mandi di Danau Toba, merupakan salah satu pilihan yang menyenangkan. Lain lagi acara jalan-jalan ke pasar tradisional, yang mencapai puncak keramaiannya pada setiap hari Jumat.

Pada hari itu, para pedagang maupun pembeli berdatangan dari daerah lain, di sekitar Danau Toba. Maka, areal di sekitar Balairung Balige pun tumpah-ruah oleh manusia. Balairung itu dibangun dengan ciri khas rumah adat Batak.

Balige konon banyak menyimpan sejarah perkembangan Tanah Batak. Usaha pertenunan kain “hasussak”, merupakan ciri khas kota itu, yang sayang sekali sudah mulai punah. Hasussak sendiri berasal dari bunyi-bunyian yang timbul dari alat tenun semi mesin itu, has…sus..sak.. has…sus..sak.

Makam Raja Sisingamangaraja XII, pahlawan perang Batak juga ada di sana, meskipun kampung asli Raja Batak itu adalah Bakkara. Konon, Kota Balige merupakan basis perang Raja Sisingamangaraja XII saat melawan penjajah Belanda.

Pintu gerbang menuju Huta Batak adalah gedung utama TB Silalahi Center.

Foto-foto: SP/Noinsen Rumapea

Manortor atau menari merupakan tradisi turun-temurun.

Objek Baru

Lama tinggal di Kota Balige pun bisa diperpanjang. Sebab saat ini, ada objek wisata baru yang menanti Anda. Namanya TB Silalahi Centre, sesuai dengan nama pendirinya TB Silalahi, yang bernama lengkap Letjend (Purn) Dr Tiopan Bernard Silalahi.

TB Silalahi Centre, yang berlokasi di Desa Pagar Batu, Soposurung, Balige itu, dibagi menjadi beberapa zona. Di gedung induk, kita temukan Museum Batak yang berisi peninggalan-peninggalan nenek moyang yang masih orisinal.

Mau melihat tongkat sakti orang Batak? Namanya “tunggal panaluan”. Di museum itu masih ada yang asli.

Beragam kain tenun khas Batak, ulos, juga bisa kita saksikan. Bahkan, ada yang berumur 200 tahun. Ada juga buku khas Batak, bernama pustaha. Tak ketinggalan aksesoris tradisional, seperti gelang,

dan pernak-pernik peninggalan nenek moyang orang Batak, yang sudah berusia ratusan tahun.

Koleksi di museum itu cukup lengkap. Namun, bagi pendiri museum, TB Silalahi, koleksi itu masih jauh dari cukup. “Saya mengimbau kepada semua orang Batak yang memiliki peninggalan-peninggalan warisan nenek moyangnya, agar menitipkanya di museum ini. Daripada disimpan, lebih baik dipajang agar bisa disaksikan oleh banyak orang,” ujar Silalahi, saat peresmian TB Silalahi Center, Kamis (17/4), bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke-70.

Di gedung induk di kompleks TB Silalahi Center itu juga ada ruangan Perpustakaan Batak, yang diisi dengan berbagai ragam buku berbahasa Inggris, Belanda, Jerman, dan bahasa lainnya tentang Batak zaman dulu.

Di sisinya, ada museum pribadi TB Silalahi, yang berisi perjalanan hidfupnya mulai dari bayi hingga berusia 70 tahun. Di gedung induk itu juga ada convention hall berkapasitas 500 orang. Selain untuk konvensi, gedung dengan sistem akustik modern itu, bisa juga untuk gedung theater atau pertunjukan seni lainnya.

Nah, di zona halaman belakang, kita akan menemukan perkampungan (huta) dan rumah (ruma) khas Batak, dengan segala perlengkapannya. Huta Batak, atau perkampungan Batak, terdiri dari enam unit rumah asli Batak. Meski berada di lokasi perkampungan yang baru dibentuk, namun jangan dikira rumah- rumah itu baru dibangun.

Rumah-rumah yang berdiri di sana, asli rumah Batak yang dibangun tanpa paku. Bahkan, ada yang sudah berusia 150 tahun.

Selain rumah peninggalan nenek moyang TB Silalahi, beberapa rumah berusia ratusan tahun, sengaja dipindahkan ke sana.

Enam rumah adat itu dilengkapi dengan gorga, yakni ukiran khas Batak yang sangat indah. Gorga yang kaya akan detil dengan motif yang rumit itu, memiliki warna tradisional, yakni merah, hitam, dan putih.

Tiang kayu dan balok penyangga dari kayu yang kokoh, menggambarkan kebesaran, keindahan, dan keagungan rumah adat Batak. Apalagi setiap rumah memiliki ciri khas tersendiri, yang masing-masing dilengkapi dengan alat tangkap ikan, alat bertani, alat berkebun, senjata-senjata berburu hingga alat-alat industri tenun.

Kuburan batu yang dibuat secara khusus, makin mengingatkan kita pada perkampungan asli orang Batak. Ada juga patung-patung meniru megalit asli Batak zaman dulu. Hariara, sejenis pohon beringin, ciri khas perkampungan Batak, pun ditemui di sana.

Para turis lokal maupun mancanegara, kelak bisa mengenal perkampungan Batak yang komplit dan asli, tanpa harus bepergian jauh-jauh dan berpindah-pindah.

Di kompleks TB Silalahi Centre, yang berlokasi di lahan seluas 1,6 hektare itu, dibangun juga Ruma Bolon, yang biasa digunakan sebagai tempat adat, musyawarah atau perhelatan besar lainnya bagi orang Batak. Maka, semakin lengkaplah fasilitas kawasan yang dilengkapi halaman parkir luas, galeri ukir, taman, dan kafe tersebut.

Bukan sekadar mimpi, jika kelak para turis asing bisa mendarat langsung di Bandara Silangit, lalu hanya 15 menit, sudah tiba di Pagar Batu. Objek baru itu akan makin menambah pesona Danau Toba. Meskipun banyak objek wisata baru, yang tersebar di seantero dunia, namun tidak meredupkan pamor danau vulkanik seluas 100 km x 30 km, yang keindahannya tercipta secara alamiah itu. [SP/Noinsen Rumapea]