Sudah lama saya berangan-angan untuk berkesempatan mengunjungi negara-negara yang berada dalam kawasan IndoChina. Saya sudah banyak mendengar bagaimana eksotisme wilayah tersebut baik dari segi sosial budaya maupun warisan para leluhurnya. Dan, mengunjungi Angkor Wat adalah salah satu impian saya.

Perjalanan saya ke wilayah yang dikenal dengan candi dan pasukan Khmer Merah-nya ini dimulai tak lama setelah Lebaran. Dari jakarta, saya langsung terbang menuju Bangkok. Setiba di Bangkok, saya bergabung bersama rekan-rekan yang sudah tiba lebih dahulu di penginapan kawasan backpacking area di Khao San Road, Bangkok.

Keesokan paginya, dari stasiun kereta api Hualamphong, kami menumpang kereta api pukul 05:45 pagi menuju Aranyaprathet, kota yang berbatasan dengan Kamboja. Tujuan kami hari itu adalah Siem Reap kota di Kamboja dimana erdapat kompleks arkeologi Angkor Wat yang terkenal. Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 6 jam, kami tiba di Aranyaprathet menjelang tengah hari.

Bus gratis dan makanan murah

Sebelum melanjutkan perjalanan menuju perbatasan Poi Pet, pintu masuk menuju Kamboja, kami pun mampir di sebuah restoran kecil. Setelah selesai menyantap seluruh masakan yang disajikan dan meminta bon, kami bertujuh terperangah dan saling bertatapan seolah tidak percaya. Masakan Thailand yang sangat lezat itu ternyata berharga tidak lebih dari Rp. 20 ribu per orang!

Menuju Poi Pet kami menumpang Tuk Tuk, versi lain dari bajaj di Jakarta. Disini kewaspadaan kami diuji karena tanpa perintah kami, tiba-tiba sang pengemudi Tuk Tuk membelokkan kendaraannya menuju sebuah tempat yang terdapat beberapa orang menawarkan bantuan menguruskan Visa Kamboja super kilat dengan imbalan USD 40 per orang.

Menurut ketua rombongan kami, harga tersebut tidak wajar karena hampir dua kali lipat dari yang seharusnya. Meskipun ditakut-takuti bahwa pengurusan Visa memerlukan waktu sehari, kami meninggalkan tempat tersebut dan meminta sopir Tuk Tuk untuk membawa kami langsung ke perbatasan Thailand dan masuk ke Kamboja melalui Poi Pet.

Disini, visa Kamboja bisa diurus ditempat (visa on arrival) dengan biaya sekitar USD 30. Jangan lupa membawa cadangan pasfoto ukuran 4×6 agar proses pengurusan visa berjalan lancar. Dalam waktu 30 menit, kami bertujuh sudah mengantongi visa yang berlaku untuk satu bulan.

Tak lama setelah melewati kantor imigrasi, kami didatangi oleh seseorang yang mengaku petugas Pariwisata Kamboja yang menawarkan tumpangan bus gratis menuju terminal wisatawan. Tentu saja kami berhati-hati dalam menanggapi semua tawarannya. Namun ternyata tawaran itu benar-benar gratis, yang merupakan terobosan dari pemerintah Kamboja untuk menyambut wisatawan yang berkunjung ke negaranya. Suatu perubahan sangat positif yang patut diacungi jempol.

Terdapat dua alternatif transportasi menuju Siem Reap yaitu bisa menggunakan bus atau menyewa kendaraan/taksi. Demi alasan kenyamanan dan untuk mengejar waktu kamipun memutuskan untuk menyewa dua buah taksi sedan (sekitar USD 40 per mobil).

Sepanjang perjalanan kami lalui dengan mulus, sangat berbalik dengan apa yang saya baca di buku dan portal bahwa Kamboja adalah negara terbelakang dengan berbagai kekurangan di bidang infrastruktur. Bahkan perjalanan dari Poi Pet ke Siem Reap mengingatkan saya pada perjalanan darat di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan pemandangan hijau di kiri dan kanan jalan.

Jarak antara Poi Pet dan Siem Reap adalah sekitar 170 km dan ditempuh dalam waktu kurang lebih 3 jam. Namun taksi tersebut tidak akan mengantar sampai hotel, melainkan menurunkan penumpang di pinggiran kota dan mentransfernya ke kendaraan Tuk Tuk tanpa menambah ongkos. Tuk Tuk lah yang akhirnya mengantar ke penginapan.

Penginapan

Di Siem Reap, Anda tidak perlu khawatir dengan penginapan. Disini banyak tersedia hotel dari yang berbintang lima sampai dengan hotel kelas melati. Harga kamar hotel sangat bervariasi sehingga kita mudah untuk menyesuaiakan dengan budget kita.

Para pelayan hotel umumnya sangat ramah dan sangat membantu, mungkin karena belakangan ini jumlah wisatawan yang mengunjungi Siem Reap terus meningkat dan mereka sadar bahwa mereka hidup dari industri wisata. Fasilitas sambungan Internet nirkabel gratis pun tersedia di hotel-hotel dan restoran.

Jasa penyedia telekomunikasi semacam warnetpun mudah dijumpai di kota ini. Bahkan di hotel mereka menyediakan layanan komputer secara cuma-cuma bagi para tamu hotel yang memerlukannya.

Untuk memuaskan hasrat kuliner Anda, di Siem Reap tidak perlu khawatir. Banyak tersedia berbagai macam restoran terutama di kawasan Old Market yang buka hingga tengah malam. Disini kita bisa memilih menu makanan ala western maupun lokal dengan harga yang sangat terjangkau. Bahkan beberapa restoran menggelar tarian tradisional Kamboja yang bisa dinikmati secara cuma-cuma sambil menyantap makan malam.

Keesokan harinya, ketika langit masih berkabut, kami sudah dijemput oleh dua buah Tuk Tuk yang kami sewa menuju komplek Arkeologi Angkor Wat. Kami disarankan berangkat subuh agar bisa menikmati keindahan sunrise dari pagoda Angkor Wat.

Angkor Wat

Jarak komplek Arkeologi Angkor Wat dari hotel kami sekitar 10 km dan ditempuh sekitar 30 menit menggunakan Tuk Tuk. Ketika membeli tiket masuk, saya mulai bertanya dalam hati, seperti apakah komplek ini, karena kita diminta memilih apakah akan berkunjung untuk 1 hari, atau 2 hari bahkan 3 hari.

Saya belum pernah menemui opsi seperti itu di lokasi wisata lainnya yang pernah saya kunjungi. Besarnya ongkos masuk pun berbeda USD 20 untuk satu hari kunjungan, USD 40 untuk dua hari kunjungan dan USD 60 untuk tiga hari kunjungan.

Karena jadwal perjalanan kami memang hanya satu hari di Angkor Wat maka kami membeli tiket untuk kunjungan satu hari saja. Untuk mempercepat waktu saya berinisiatif membayar secara kolektif, tetapi petugas tiket mengharuskan kami untuk antri satu persatu.

Ternyata kami baru menyadari kalau setiap pengunjung diminta bergaya didepan kamera kecil yang terpasang di loket tiket dan dalam waktu kurang dari semenit, petugas loket memberikan tiket masuk dengan wajah kami masing-masing terpampang disana, hehehe…

Dengan waktu kunjungan satu hari, kami hanya bisa mengunjungi tiga tempat saja yaitu Pagoda Angkor Wat, Bayon di area Angkor Thom, dan Ta Prohm yang dikenal sebagai lokasi syuting film Tomb Raider yang dibintangi oleh si seksi Angelina Jolie.

Dilihat dari luar, komplek ini terlihat masih sepi pengunjung dan cuaca terlihat mendung pada pukul lima pagi itu. Namun begitu kami memasuki pintu gerbang sebelah barat ternyata didalam Angkor Wat sudah disesaki oleh banyak pengunjung yang ingin menyaksikan keindahan matahari terbit!

Ketika memasuki gerbang Angkor Wat saya sudah terkagum kagum dengan luas dan besarnya bangunan ini. Sebuah karya arsitektur monumental yang dibangun oleh kekaisaran Khmer pada abad ke 12.

Semakin menjelajah kedalam saya semakin kagum. Tidak terbayangkan bagaimana manusia pada abad 12 bisa membangun sebuah bangunan raksasa semacam ini lengkap dengan relief, ornamen dan gaya arsitekturnya.

Tidak terasa kami sudah 4 jam berada di Angkor Wat meski rasanya enggan untuk beranjak karena belum puas menelusuri candi ini. Kami mulai paham kenapa pada waktu membeli tiket kami diberi opsi untuk memilih berapa hari waktu kunjungan di komplek arkeologi ini. Waktu sehari memang tidak cukup.

Angkor Thom Dan Ta Phrom

Dari Angkor Wat, kami menuju candi yang kedua yaitu Bayon di komplek Angkor Thom. Secara ukuran candi ini jauh lebih kecil dibanding Angkor Wat. Namun komplek candi ini memiliki Bayon yang terkenal dengan stupa wajah Budha di keempat penjuru mata angin.

Banyak reruntuhan di komplek ini dan saat kami berkunjung sedang dilakukan restorasi besar-besaran dengan bantuan dari Jepang. Candi ini memiliki daya tarik sendiri dengan pilarnya, lorongnya dan jendela batunya.

Setelah 2 jam menelusuri Bayon, kami menuju Ta Prohm yang berjarak sekitar 7 km. Jalan masuk ke candi ini tidak senyaman dua candi sebelumnya, becek dan seperti masuk ke sebuah hutan. Namun, mengingat ini adalah candi yang menjadi lokasi syuting filmya Tomb Raider, rasa penasaran kami mengalahkan kelelahan fisik.

Setelah berjalan kaki sekitar 15 menit kami disambut oleh pemandangan sebuah candi dimana diatasnya tubuh sebatang pohon tinggi menjulang. Seperti mendapatkan gairah baru, semangat kami pulih kembali.

Disini kita disuguhi pemandangan yang menakjubkan dimana karya manusia(candi) dan karya alam (pohon) terkait menjadi satu membentuk maha karya yang luar biasa. Pohon dan batu tersebut tentunya telah berusia ratusan tahun. Disini juga banyak terdapat spot yang sangat eksotik untuk dijadikan lokasi pemotretan. Terutama lorong, pilar, dan pepohonan yang menyatu dengan candi.

Saya masih bernafsu untuk kembali ke Angkor Wat untuk mengambil fotofoto dalam suasana matahari menjelang tenggelam. Namun kawan-kawan saya sudah kelelahan dan akhirnya kami putuskan untuk kembali ke hotel sore itu.

Kegiatan malam hari setelah makan malam adalah belanja di Night Market yang hanya berjarak 500 meter dari hotel tempat kami menginap. Suasana pasarnya cukup nyaman. Bagi pecinta cinderamata disini kita bisa membeli berbagai macam cinderamata buatan lokal seperti tas, kaos, pashmina, hiasan dinding, aksesories semacam kalung dan gelang, serta banyak lagi pilihan barangnya.

Kualitas barang dipasar ini cukup bagus dan harganyapun sangat murah. Yang menarik transaksi disini bisa dilakukan dengan USD sehingga kita tidak perlu banyak-banyak menukar uang Riel (mata uang Kamboja). Malam itu kami merasa seperti berada pada malam terakhir dari sebuah perjalanan, tetapi saya masih bertekad kembali lagi ke Siem Reap diwaktu mendatang untuk sebuah kunjungan yang tentunya lebih lama lagi.

Sumber: Male Emporium