glodokMeski telah menjelma menjadi kota metropolitan dengan gedung pencakar langit serta sarana transportasi modern, ternyata Jakarta masih menyimpan peninggalan sejarah. Banyak bangunan kuno berikut adat-istiadat dan budaya yang kental dengan pengaruh Tionghoa-nya dapat kita jumpai di Pecinan Glodok.

Sisi kota tua Jakarta ini terdiri dari belasan gedung perkantoran, permukiman yang mayoritas dihuni WNI keturunan Tionghoa dan bangunan tua peninggalan Belanda yang kemudian dijadikan museum oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Beberapa bangunan di kota tua Jakarta yang kini dijadikan museum antara lain Museum Sejarah Jakarta, Museum Bahari, Museum Wayang dan Museum Fatahillah.

Bagi para pelancong lokal maupun mancanegara yang berwisata di sana, kota tua ini dapat memberikan pengalaman tersendiri seolah kembali ke masa silam. Namun, dalam perjalanan waktu bangunan-bangunan tua di kawasan kota tua Jakarta itu berada dalam kondisi merana dan nyaris tidak terawat.

Hal ini akhirnya disadari oleh Pemerintah DKI yang mulai melakukan program revitalisasi kota tua Jakarta yang telah dicanangkan pada awal tahun 1990-an. Masyarakat pemilik gedung dapat tetap memanfaatkan bangunannya sejauh mematuhi ketentuan undang-undang dan SK Gubernur tersebut yang diatur lengkap dalam Perda No 9 Tahun 1999 mengenai pemanfaatan lingkungan bangunan bersejarah.

Memang sangat jelas tanpa peran serta masyarakat, program yang bertujuan memelihara lingkungan bangunan bersejarah dan sekaligus menghidupkan kembali ekonomi kawasan tersebut itu, sulit mencapai sasaran.

Glodok hingga Beos

Perjalanan menyusuri kota Jakarta tempo doeloe dimulai dari kawasan Pecinan yang populer dengan sebutan Petak Sembilan serta Pancoran Glodok yang sejak berabad lalu memang merupakan pusat perniagaan yang terus bertahan hingga kini.

Meski Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah beberapa kali melakukan penataan kawasan tersebut, namun pemerintah daerah meminta agar bangunan-bangunan toko di sana yang kental dengan arsitektur China tetap dipertahankan dengan tidak mengubah bentuk bangunan yang ada.

Hal itu terlihat di kawasan Glodok Pancoran, misalnya, dapat ditemui jejeran toko barang pecah-belah hingga makanan kering yang merupakan bangunan lama berarsitektur China.

Beberapa toko, seperti Gloria, yang telah berusia lebih dari 30 tahun dan toko Kawi, selain mencantumkan tahun berdirinya toko seperti sejak 1964 pada papan merek toko juga masih mempertahankan penataan barang dagangan dengan gaya zaman dulu, yakni masih meletakkan dagangan di atas rak-rak atau lemari-lemari kayu berukuran besar dengan kaca dorong.

Dari kawasan perniagaan Pancoran Glodok, bangunan tua bersejarah yang kental dengan pengaruh arsitektur Belanda dan China dapat disaksikan di ujung Jalan Gajah Mada atau yang dilebih dikenal dengan sebutan Beos.

Di kawasan ini dapat ditemukan perpaduan antara arsitektur Belanda dan China pada gedung-gedung tua yang masih tegak berdiri seperti gedung pusat Bank Indonesia kini menjadi museum Bank Mandiri, Toko Merah, jembatan Kota Intan dan bekas Galangan VOC.

Salah satu gedung tua berarsitektur China dibuat dari batu bata warna merah, sehingga disebut Toko Merah, didirikan pada 1730 sebagai tempat kediaman Gubernur Jenderal VOC Baton van Imhoff. Tiga belas tahun kemudian, bangunan ini menjadi Akademi Angkatan Laut hingga 1755. Setelah itu pemiliknya berganti-ganti dan kini ditempati sebagai kantor PT Dharmaniaga.

Lainnya, Jembatan Intan yang dulu dikenal dengan Jembatan Jungkit. Sesuai dengan namanya, setiap kali kapal besar hendak melintas, jembatan ini diangkat dulu. Sayangnya di masa Orde Baru jembatan ini dipugar dan dibuat permanen dan tidak bisa lagi dijungkitkan. Alasannya, bisa jadi karena sekarang tak ada lagi kapal besar yang bisa berlabuh.

Kawasan kota tua Jakarta memang layak dijadikan objek wisata sejarah karena tidak hanya kaya oleh bangunan-bangunan tua yang kini dijadikan museum, tetapi perkampungan tua yang kental dengan nuansa Tionghoa, seperti Kampoeng Kramat Loear Batang, Kampoeng Pekodjan dan Kampoeng Petjinan yang berada di kawasan Tambora, Glodok Jakarta Barat.

Di perkampungan tersebut para pelancong bisa menikmati suasana Jakarta tempo dulu yang dikenal sebagai kota jasa dan niaga karena dekat dengan pelabuhan laut.

Selain melihat-lihat permukiman penduduk yang kental dengan arsitektur Cina, wisatawan di akhir perjalanan juga dapat menikmati wisata kuliner khas Tionghoa baik berupa makanan siap saji maupun bahan-bahan kebutuhan rumah tangga hingga makanan kering impor dari negara tetangga Malaysia, Singapura, China dan Thailand yang sejak beberapa tahun belakangan menyerbu kawasan tersebut.

Di kawasan Glodok Pancoran dengan mudah ditemui di sepanjang lorong-lorong pecinan, kios-kios penjual buah-buah segar maupun manisan berbaur dengan kios-kios penjual masakan China dan makanan Betawi seperti sup dan telur penyu, bakso, bakpau, siomay, kwetiau, ketupat sayur dan soto Betawi atau bubur kembang tahu yang disiram air gula berbumbu jahe serta minuman teh dingin Oolong Tea yang dijajakan di atas gerobak dorong. (Adi)