Matahari siang itu masih malu menyinari bumi, entah sembunyi dimana. Perjalanan menuju Pantai Air Manis jadi terasa lebih sejuk. Melewati perbukitan, beberapa tikungan tajam. Menanjak, sesekali menurun yang dihiasi rimbunan pepohonan dan semak belukar pada sisi-sisi jalan.

Tampak pula sesekali pemandangan Kota Padang dan luasnya lautan dikejauhan dengan ombak-ombak bergulung berkejaran menuju daratan berpasir. Pantai yang terletak di Kecamatan Padang Selatan ini, memakan waktu tempuh perjalanan darat sekitar 30 menit dari pusat Kota Padang.

Pantainya cukup rimbun, dipenuhi pepohonan yang diselingi gazebo-gazebo tempat bersantai para pelancong. Begitu luas memberikan lokasi bermain bagi para pengunjung. Pada saat pasang surut, pegunjung bisa melihat biota laut yang muncul ke permukaan.

Di sana, terdapat Pulau Pisang Kecil yang berada tak jauh dari tepian Pantai Air Manis. Pulau yang tak begitu luas ini bisa dimanfaatkan sebagai tempat tetirah, sambil menikmati bekal makanan. Bisa ditempuh dengan berjalan kaki ketika air sedang surut, hanya jangan terlena untuk berlama-lama karena khawatir air segera pasang dan menutup jalan kembali ke pantai.

Pulau Pisang Kecil dihiasi dengan pohon Jambu Kaliang, jika beruntung bisa menikmati buahnya secara gratis. Tak jarang, kalangan muda di Kota Padang memanfaatkan Pantai Air Manis sebagai tempat perkemahan. Ombak bergulung di pantai ini pun kadang digunakan untuk berselancar. Sangat pas bagi pemula, ombaknya tidak terlalu besar dan juga tidak kecil.

Selain panorama pantai, ada hal istimewa yang mampu membangkitkan gairah berwisata ke Pantai Air Manis. Legenda Malin Kundang seolah bukan hanya cerita rakyat semata, melainkan menanamkan nilai moral kepada anak untuk berbakti terhadap orang tua.

Sekumpulan batu dan relief cerita si anak durhaka Malin Kundang menghiasi kawasan wisata pantai yang dipadati pengunjung di waktu liburan. Konon, serakan batu tersebut merupakan kapal besar dan jasad Malin Kundang yang terdampar. Susunannya memang sudah tak beraturan, tapi bentukan batu itu seolah menyatakan kebenaran cerita si anak yang dikutuk sang ibu karena durhaka itu.

Disekitar batu-batu yang menyerupai kapal berserta isinya, terdapat kedai-kedai sederhana. Pesanlah es kelapa muda yang disediakan utuh dengan batoknya untuk menambah suasana liburan menjadi berkesan.

Setelah cukup puas menikmati suasana pantai, jangan lupa membeli kenang-kenangan yang juga tersedia pada kios-kios cenderamata. Sebagian besar barang yang dijual sebagai tanda mata berupa kaos (T–Shirt) dengan gambar ikon-ikon obyek pariwisata Sumatera Barat.

Namun ada pula cenderamata khas wisata pantai yang terbuat dari cangkang-cangkang kerang. Unik dan lucu. Bawalah pulang sebagai hiasan interior rumah dan bukti bahwa Anda pernah menengok si anak durhaka, cerita rakyat Sumatera Barat yang telah melegenda langsung dari asalnya.

Cerita Malin Kundang jadi Batu

Alkisah pada suatu masa hiduplah keluarga nelayan dengan satu anak laki-laki di pesisir pantai Sumatera. Anak yang cerdas sedikit nakal itu bernama Malin Kundang. Sepeninggal ayahnya pergi berlayar yang tak kunjung tiba, ia pun ikut mengadu nasib berlayar mencari kesuksesan di nagari (negri) sebrang.

Ibunda Malin Kundang merestui walau berat dalam hati. “Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau lupa dengan Ibumu dan kampung halamannu ini, nak,” ujar Ibu Malin Kundang sambil berlinang air mata.

Singkat cerita kapal yang ditumpangi Malin Kundang dirampok dan tenggelam bajak laut. Namun, Malin Kundang selamat dan terdampar di sebuah desa yang subur. Disinilah impian Malin terwujud manjadi saudagar yang kaya raya, sehingga beritanya sampai pula pada Ibunya nan jauh dikampung halaman.

Dalam sebuah pelayaran dengan kapal yang sangat mewah beserta istri, Malin Kundang berlabuh di kampung halaman. Penantian Ibunya tiba juga, keyakinan tinggi bahwa saudagar kaya ini adalah anaknya karena ada tanda bekas luka. “Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?,” katanya sambil memeluk Malin Kundang.

Tapi apa yang terjadi kemudian. Malin Kundang melepaskan pelukan ibunya seraya mendorongnya hingga jatuh. “Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku,” kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu terhadap istrinya.

Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, tidak menduga anaknya menjadi durhaka. Kemarahannya memuncak, ibu Malin Kundang berdoa “Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu”.

Doa Ibu terkabul. Tidak berapa lama angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang. Legenda ini seolah meninggalkan bukti sejarah yang ada di Pantai Air Manis.

Percaya atau tidak, hanya Anda yang bisa menjawab setelah berkunjung ke sana.

Sumber: Majalah Travel Club