Candi sepertinya menjadi bagian yang tidak bisa terpisahkan bagi lahirnya kebudayaan bangsa Indonesia. Setiap senti dari pahatan batu candi mempunyai ceritanya tersendiri, hingga akhirnya menciptakan begitu banyak sejarah atau legenda mengenai kehidupan masa lampau negeri ini.

Keberadaan candi yang banyak tersebar di Tanah Air sebenarnya dibangun sebagai tempat beribadah masyarakat yang kala itu menganut kepercayaan Hindu atau Budha. Namun, tidak hanya menjadi tempat pemujaan bagi para dewa, melainkan juga ada beberapa candi yang dibangun sebagai istana, pertapaan, gapura, hingga tempat pemandian. Tak terkecuali, candi pun dibuat untuk memuliakan raja yang telah wafat.

Pembangunan candi pun tidak sembarangan, melainkan berdasarkan syarat dan ketentuan yang berasal dari kitab Vastusastra atau Silpasastra.

Salah satu bagian dari kitab Vastusastra adalah Manasara yang berasal dari India Selatan ini berisi patokan-patokan membuat kuil beserta seluruh komponennya. Bahkan, termasuk desain arsitektur profan, bentuk kota, desa, benteng, penempatan kuil-kuil di kompleks kota atau desa, dan masih banyak lagi.

Beberapa syarat membangun candi juga menjadi bagian penting yang terdapat dalam kitab tersebut. Salah satu syaratnya adalah bangunan suci sebaiknya didirikan di dekat air, seperti air sungai (terutama di dekat pertemuan dua sungai, danau, laut), bahkan kalau tidak ada air sungai harus dibuat kolam buatan atau meletakkan sebuah jambangan berisi air di dekat pintu masuk bangunan suci tersebut. Selain di dekat air, tempat terbaik mendirikan sebuah candi yaitu di puncak bukit, di lereng gunung, di hutan dan di lembah.

Ketentuan tersebut berlaku pula untuk Candi Borobudur. Candi kebanggaan Indonesia ini, terletak di dekat pertemuan Sungai Elo dan Sungai Progo, di Desa Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.

Kemegahan serta keindahan candi ini telah terdengar hingga dunia internasional. Bahkan, sempat menjadi bagian dari Tujuh Keajaiban Dunia beberapa tahun silam.

Candi yang memiliki 1460 relief dan 504 stupa ini dibangun oleh Raja Samaratungga pada jaman kerajaan Mataram Kuno, yang pengerjaan selesai pada tahun 824 Masehi. Tempat ibadah ini berbentuk punden berundak yang terdiri dari sepuluh tingkat.

Tingkatan dalam Candi Borobudur diartikan sebagai tahapan kehidupan manusia. Mulai dari manusia yang terikat dengan nafsu atau Kamadhatu. Lalu, Rupadhatu, yakni manusia telah bebas dari nafsu namun, masih terikat rupa dan bentuk. Kemudian, ada tingkatan Arupadhatu yang artinya manusia telah terbebas dari nafsu, rupa dan bentuk. Hingga akhirnya, menuju tingkat tertinggi, Arupa, tidak lain adalah Nirwana, tempat Budha bersemayam.

Lain halnya dengan Candi Prambanan. Candi Hindu ini dibangun oleh dua raja, Rakai Pikatan dan Rakai Balitung di abad ke 10. Terletak 17 kilometer dari pusat Yogyakarta, bangunan indah ini memiliki tiga candi utama di halaman pertama, yakni Candi Wisnu, Brahma dan Siwa.

Setiap candi utama memiliki satu candi pendamping yang menghadap ke barat, yaitu Nandini untuk Siwa, Angsa untuk Brahma, dan Garuda untuk Wisnu. Selain itu, masih terdapat dua Candi Apit, empat Candi Kelir dan empat Candi Sudut. Sementara, halaman kedua memiliki 224 candi.

Dibalik keindahan Candi Prambanan tersimpan legenda yang sudah sangat dikenal oleh masyarakat, yaitu kisah Roro Jonggrang yang dicintai oleh Bandung Bondowoso. Namun, karena Roro Jonggrang tidak mencintainya, maka ia memerintahkan Bandung Bondowoso membuat seribu candi dalam waktu semalam. Sayangnya, ketika candi berjumlah 999, Roro Jonggrang meminta penduduk desa untuk menumbuk padi dan membuat api besar, hingga Bandung Bondowoso merasa dicurangi, lalu mengutuk Roro Jonggrang menjadi batu, seperti yang bisa kita lihat sekarang.

Beranjak ke Jawa Barat, terdapat Candi Cangkuang. Candi yang terletak di sebuah pulau kecil, yang ditengahnya terdapat danau bernama Cangkuang, Kampung Pulo, kecamatan Leles, Garut, Jawa Barat. Candi Cangkuang adalah candi yang pertama kali ditemukan di daerah Jawa Barat dan menjadi satu-satunya candi Hindu, sekitar abad 8 Masehi, yang berada di Tanah Pasundan.

Ditemukan tahun 1966 oleh peneliti, Harsoyo dan Uka Candrasasmita, setelah mengetahui adanya laporan Vorderman tahun 1893. Bangunan berbentuk persegi empat, pada sisi kirinya terdapat penampil atau tempat anak tangga naik dan di sisi utara terdapat pintu masuk.

Semantara itu terdapat arca dengan kondisi sudah rusak, wajahnya datar, bagian tangan hingga kedua pergelangannya telah hilang. Secara keseluruhan, keaslian Candi Cangkuang hanya tersisa sekitar tigapuluh lima persen, yang ada sekarang hanya berupa rekayasa rekonstruksi.

Masih banyak lagi candi yang tersebar di Nusantara. Kekayaan budaya ini yang harus kita rawat dan lestarikan selamanya. Dan, pantas jika Indonesia disebut sebagai Negeri Seribu Candi.

Sumber: Majalah Travel Club