Buang jauh-jauh pikiran seram ketika menginjakkan kaki di Museum Taman Prasasti, karena museum ini justru menawarkan keindahan seni rupa, bahkan sering dijadikan obyek fotografi maupun video bagi berbagai kalangan masyarakat.

Tidak seperti kebanyakan museum dengan koleksi-koleksi tersimpan dalam ruangan tertutup, di sini seluruh koleksi berada di ruang terbuka. Wajar demikian, sebelum berubah menjadi museum, bangunan yang terletak di Jalan Tanah Abang I No. 1, Jakarta Pusat itu, awalnya merupakan lokasi pemakaman kaum bangsawan serta pejabat tinggi Belanda, sejak 28 September 1795.

Pemakaman tersebut lebih dikenal sebagai Kerkhoof Laan, lalu berubah menjadi Kebon Jahe Kober. Pada 1975, bangunan itu sempat ditutup, lalu tahun 1977 dibuka sebagai Museum Taman Prasasti, dan diresmikan Gubernur DKI Jakarta ketika itu, Ali Sadikin.

Sebelum melangkah masuk, pengunjung disambut dengan bangunan kuno bergaya Doria. Ruang kosong dan ramai dengan pilar penyangga, dahulunya dijadikan ruang tunggu para pelayat dan keluarga. Di bagian kiri dan kanan bangunan disiapkan sebagai tempat persemayaman jenazah prig dan wanita. Namun, sekarang ruang tersebut berfungsi sebagai gerbang masuk dan loket pembelian tiket.

Setelah melewati gerbang masuk, pengunjung langsung disuguhkan hamparan nisan dalam beragam bentuk dengan hiasan ornamen-ornamen seperti patung malaikat, monumen, replika manusia, serta lempengan batu. Setiap nisan memiliki gayanya sendiri, sebut saja gaya arsitektur klasisisme, neo-gothic dan Hindu-Jawa. Sementara, pembuatan nisan tercatat dari abad ke-17 hingga abad ke-20.

Jika pengunjung memulai penelusuran dari arah kiri, maka akan ditemukan kereta jenazah peninggalan Belanda yang keberadaannya masih terlihat utuh. Di sisi ini, juga terdapat nisan dari H.F.Roll, dokter asal Belanda sekaligus pencetus gagasan berdirinya STOVIA.

Tokoh lain yang namanya disemayamkan adalah J.H.R. Kohler, komandan Belanda saat perang Aceh, Monsignor Adami Caroli Claessens, Olivia Marianne Raffles, merupakan istri Thomas Stamford Raffles, bahkan kaum pribumi, seperti Soe Hok Gie dan Miss Tjitjih, pemain teater terkenal di zamannya, ikut menyatu bersama nisan-nisan yang tertanam di lahan seluas 1,3 hektare itu.

Selain prasasti unik, Museum Taman Prasasti dilengkapi pula taman dengan pohon-pohon besar nan rindang. Hingga akhirnya, taman tersebut turut difungsikan untuk pelestarian alam dan paru-paru kota.

Dengan menjelajah museum ini, pengunjung diharapkan bisa mempelajari sejarah keberadaan masyarakat Jakarta dari berbagai macam strata sosial, komposisi penduduk Jakarta saat itu, juga mengetahui beragam bahasa yang digunakan.

Sumber: Majalah Travel Club