Danau paling timur ini bernama Tiwu Ata Polo (arwah orang jahat). Warna airnya semula berwarna merah (sebelum tahun 1969), sekarang berwarna coklat tua.

Foto-foto: SP/Heri Soba

Danau paling barat ini bernama Tiwu Ata Bupu (kolam arwah orang tua). Tepian danaunya cukup luas, dengan ketinggian sekitar 100 meter dari permukaan air di kawah.

Udara pagi yang dingin terasa menyengat kulit, meskipun selimut tebal masih membaluti tubuh ketika menginap di Kampung Moni, Desa Koanara, Kecamatan Kelimutu pada pertengahan Juni 2007 lalu.

Sekeliling kampung tampak masih gelap. Hanya lampu-lampu kecil menyala di depan home stay milik penduduk yang disewakan bagi para wisatawan mancanegara ini. Waktu setempat menunjukkan pukul 04.00 Wita. Pemandu wisata bernama Ignasius membangunkan kami karena waktunya sudah tiba untuk berangkat dari Moni menuju puncak Gunung Kelimutu.

Kelimutu adalah salah satu objek wisata di Pulau Flores yang cukup menarik dan telah menjadi daya tarik dunia.Di puncak gunungnya terdapat tiga buah danau atau kawah. Di tengah-tengah kawasan puncak gunungnya terdapat sebuah tugu. Dari Tugu itulah orang dapat mengabadikan ketiga danau dengan segala keindahan kawasan di puncak gunung.

Menghadap ke arah timur, orang dapat menyaksikan dua buah danau yang berimpitan dengan batas ketebalan sekitar 30 sentimeter. Danau paling timur oleh penduduk setempat disebut Tiwu Ata Polo (Tiwu artinya kolam/danau, ata artinya orang, dan polo artinya arwah jahat). Jadi, danau tersebut tempat arwah jahat. Air dari danau tersebut berwarna cokelat kehitaman, seperti darah kotor.

Bersebelahan denganya, sebuah danau yang lain disebut dengan nama Tiwu Ko’o fai Nuwa Muri (danau tempat arwah muda-mudi) dengan airnya yang berwarna putih. Pada pertengahan Juni itu, di kawah Tiwu Ko`o Fai Nuwa Muri terlihat ada kegiatan sofatara (sumber gas belerang) yang mengepulkan uap dan gas SO2. Pematang kawah bagian timur berwarna kuning karena endapan belerang.

Kurang lebih 400 meter ke sebelah barat atau persis di belakang Tugu, terdapat sebuah danau lagi. Namanya Tiwu Ata Bupu (danau tempat berkumpul arwah orangtua), dengan pematang kawah berbentuk lingkaran dan jari-jari sekitar 175 meter sampai 200 meter. Dinding kawah terjal mencapai 75 hingga 100 meter di atas dasar kawah.

Wisatawan dari berbagai negara datang ke tempat itu, selain ingin menyaksikan ketiga buah danau yang warna airnya kini terus berubah-ubah, juga ingin menyaksikan indahnya panorama Kelimutu di saat matahari terbit. Hanya pada pagi hari orang dapat menyaksikan panora Kelimutu yang aduhai, dengan langit bersih tanpa awan.

Keinginan untuk menyaksikan Kelimutu di pagi hari, juga karena khawatir pada siang hari seluruh permukaan puncak gunungnya sudah ditutupi kabut. “Untuk menyaksikan keindahannya, orang sering kali harus berebut dengan kabut,” tutur Ignasius sambil menambahkan sering kali pukul 07.30 Wita kabut tebal telah menutupi puncaknya.

Jarak antara Kampung Moni dan puncak Gunung Kelimutu masih cukup jauh sekitar 18 kilometer. Jalannya berkelok-kelok seperti ular, sempit, melewati persawahan, hutan cemara, tempat sumber air panas di dusun Lia Sembe, Desa Koanara, dan terus mendaki mencapai puncak Kelimutu pada ketinggian sekitar 1690 meter. Itulah yang membuat orang harus menempuhnya dalam waktu yang cukup lama. Meskipun hanya 18 kilometer, perjalanan dari kampung Moni menuju puncak Kelimutu bisa dicapai dalam waktu satu jam menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat.

Sejumlah wisatawan sedang menuruni anak tangga sepulang dari Tugu, tempat di mana para wisatawan dapat menyaksikan indahnya pemandangan dana tiga warna, Kelimutu.

Seorang ibu bernama Ibu Maria, dipanggil Ine Maria, tengah berjualan tenun ikat berupa sarung yang dalam bahasa setempat di sebut lawo, dan selendang yang disebut luka semba.

Bus Kayu

Di jalan utama Kampung Moni, sudah tersedia kendaraan roda dua (ojek) dan roda empat. Orang juga bisa carter bus, mobil Kijang, atau sewa bus kayu. Bus kayu adalah istilah yang umum dipakai di Flores untuk menyebut kendaraan truk yang dimodifikasi menjadi kendaraan umum bus.

Di atas bak truk dibuatkan beberapa bangku panjang berjejer, di pinggirnya dibuat tiang-tiang dari kayu, lalu di bagian atas dibuatkan atapnya dari terpal. Para penumpang duduk di bangku-bangku tersebut layaknya seperti naik bus biasa. Itulah bus kayu, salah satu alat transportasi rakyat yang cukup laris di seluruh Flores. Harganya jauh lebih murah dibanding mobil Kijang.

“Bapak terlambat, kemarin ada wisatawan dari Austria. Mereka satu rombongan,” jelas Ignasius sambil menyiapkan ojeknya.

Wisatawan Austria itu sudah biasa datang ke sini kata Ignasius. “Dia bilang sama saya, dia mau naik kuda ke Kelimutu,” tutur Ignasius, “Saya bilang sama dia, jangan pakai kuda, mister, pakai ojek saja, nanti ter- lambat.”

Memang demikian, begitu melihat kuda, wisatawan itu langsung menggeleng, karena ternyata kuda di Flores itu pendek dan kecil-kecil. “Wah, apakah ini kuda dewasa, atau anak kuda?,” tanya wisatawan itu lagi kata Ignasius.

Kuda di Flores memang tidak seperti kuda untuk pacuan pada olahraga berkuda atau seperti kuda di luar negeri. Kuda-kuda di sana umumnya bertubuh kecil-kecil, dan pendek. Pelana yang dipakai juga hanya berupa tikar anyam tradisional. Kalau masih kurang empuk, pemilik kuda biasanya menambah satu lembar tikar lagi. Itulah ciri-ciri kuda berpelana di Flores, termasuk di Kampung Moni.

Bagi wisatawan lokal yang tinggal di Kota Ende (jarak Ende-Kelimutu sekitar 50 kilometer), bisa langsung menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat apabila ingin menyaksikan Kelimutu di pagi hari. Bagi wisatawan yang datang dari luar Flores, misalnya, dari Bali, Surabaya, Jakarta, dan lain-lain kota di Indonesia, harus datang ke Ende atau ke Maumere dengan menggunakan pesawat.

Sayangnya, di Flores hanya ada satu perusahaan penerbangan yang beroperasi, yaitu pesawat Merpati. Dengan pesawat itulah seluruh wisatawan bisa menyaksikan Kelimutu, serta sebagian besar objek wisata yang ada di Flores. Wisatawan dari luar Flores,

juga bisa menggunakan jalan darat. Bila itu dilakukan, maka wisatawan tersebut terlebih dahulu mampir di objek wisata Taman Nasional Komodo di Pulau Komodo, Kabupaten Manggarai Barat. Dari tempat itu, wisatawan ke Kota Ruteng, kemudian menggunakan kendaraan umum menuju Ende. Dari Ende Baru ke Kelimutu. Pendek kata, ke Kelimutu dapat ditempuh melalui jalan darat, laut, dan udara.

Tampak Danau Muda-Mudi (Tiwu Ko`o Fai Nuwa Muri) dengan airnya berwarna hijau. Dahulu danau ini berwarnah putih, kemudian berubah warna menjadi biru. Bersebelahan dengan ada danau dengan air berwarna coklat tua, namanya Tiwu Ata Polo (tiwu artinya kolam/ danau, ata artinya orang, dan Polo artinya orang jahat). Tadinya air di danau Tiwu Ata Polo berwarna merah darah.

Suara-suara Aneh

Sebelum memasuki kawasan Kelimutu, setiap wisatawan harus membayar karcis masuk sebesar Rp 2.000. Dari pos penjagaan Taman Nasional Kelimutu, para wisatawan masih meneruskan perjalanan lagi menuju puncak gunungnya. Semua kendaraan baik roda dua maupun roda empat diparkir sekitar satu setengah kilometer sebelum memasuki kawasan puncak, yang terletak di sebelah timur persisnya di tepian danau Tiwu Ata Polo.

Di tempat parkir itu, para wisatawan sudah bisa mendengar suara-suara aneh, seperti suara orang sedang bertengkar hebat. Ada suara gaduh dan riuh. Ternyata suara-suara itu bukkanlah suara setan. Suara itu adalah bunyi yang ditimbulkan akibat gesekan antardaun dan tangkai pucuk-pucuk cemara. Orang setempat menyebut pu`u bu. Suara itulah yang mendominasi selama wisatawan berada di puncak Gunung Kelimutu.

Di pagi hari, saat matahari terbit, keindahan Kelimutu memang tiada duanya. Saat itulah orang dapat melihat bagaimana sinar matahari berwarna merah lembut menerangi gunung dan di sekitar bibir kawah, tepian kawah, hingga ke air yang ada di dalam kawah itu. Saat itulah banyak wisatawan yang dengan bibir komat-kamit mengagumi kebesaran Tuhan. Betapa mereka masih diberi kesempatan untuk bisa menyaksikan indahnya pemandangan yang jarang dilihat oleh wisatawan dari luar Flores, apalagi dari mancanegara.

Jadi, bila ingin menyaksikan keindahan itu, datanglah ke Kelimutu. Anda dijamin mendapatkan semuanya itu. [SP/Mike Wangge]