dayeuh-manggungSUASANANYA jauh berbeda dengan perkebunan teh Gunung Mas di Puncak, Jawa Barat. Perkebunan teh Dayeuh Manggung di Garut lebih sepi, lebih tenang.

Pemandangan sungguh indah pagi itu. Matahari mulai bersinar, mengusir mendung, bahkan gerimis tipis yang sejenak turun pada pagi hari. Gunung Cikuray yang berketinggian sekitar 1.800 meter di atas air laut di kejauhan mulai menampakkan wajahnya.

Di sepanjang jalan, mudah dijumpai penginapan, mulai dari yang bertarif sekitar Rp 50.000 sampai yang bertarif dolar. Pada akhir pekan, masing-masing penginapan biasanya menyediakan hiburan organ tunggal, dengan beberapa penyanyi yang siap melayani permintaan lagu dari tamu.

Tak mengherankan, pada akhir pekan wilayah yang dikelilingi Gunung Guntur, Gunung Galunggung, Gunung Papandayan, dan Gunung Cikuray itu, terasa meriah bagai pasar malam. Bising, kesannya, dan baru senyap selepas pukul 01.00 dini hari, saat home band atau hiburan lain menutup acaranya. Hotel-hotel umumnya menyediakan informasi tentang objek-objek wisata yang dikunjungi. Di antaranya trekking ke Gunung Guntur, yang memakan waktu lima jam. Objek wisata lain, menikmati kesegaran air terjun, di kawasan kaki Gunung Guntur.

Di sepanjang jalan juga mudah dijumpai rumah makan, warung-warung yang menyediakan keperluan sehari-hari, warung-warung tenda, hingga tempat nongkrong seperti kafe. Sebagaimana lazimnya di Jawa Barat, pemandangan di kiri-kanan jalan didominasi sawah dan kolam ikan.

Selepas berjalan kaki santai di kebun teh, peserta mendapat kesempatan mampir membeli oleh-oleh khas Garut. Aneka dodol, aneka snack, kontan diserbu. Sebelum meninggalkan Kota Garut, sekali lagi peserta berkesempatan mampir ke pusat kerajinan kulit. Tinggal pilih, sesuai isi kantong, mau membeli dompet, tas pinggang, tas trendy, sandal, sepatu, ikat pinggang, hingga jaket. Harga umumnya terjangkau.

Sejarah Garut

Dari Sejarah Kota-kota Lama di Jawa Barat karya Dr Nina H Lubis MS dan kawan-kawan, disebutkan, nama “garut” terkait dengan penemuan tanaman berduri “ki garut” dan telaga tempat tumbuhan itu ditemukan, “Ci Garut”. Daerah sekitar penemuan itu lalu dikenal dengan nama Garut. Cetusan nama Garut itu direstui Bupati Kabupaten Limbangan Adipati Adiwijaya (1813-1831), untuk dijadikan ibu kota kabupaten.

Tanahnya subur. Tempat tersebut memiliki pemandangan yang indah, dikelilingi Gunung Cikuray, Gunung Papandayan, Gunung Guntur, Gunung Galunggung, Gunung Talaga Bodas dan Gunung Karacak.

Peletakan batu pertama pembangunan sarana dan prasarana ibu kota, seperti tempat tinggal dan alun-alun, dilakukan pada 15 September 1813. Garut secara resmi menjadi ibu kota Kabupaten Limbangan pada 1821.

Nama Kabupaten Limbangan diganti menjadi Kabupaten Garut, dan beribu kota Garut, pada 1 Juli 1913, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal No 60 Tertanggal 7 Mei 1913. Sesudah menjadi Kabupaten Garut, pada 14 Agustus 1925, berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal, Kabupaten Garut disahkan menjadi daerah pemerintahan yang berdiri sendiri (otonom).

Sampai 1960-an, perkembangan fisik Kota Garut dibagi menjadi tiga periode. Pada periode pertama (1813-1920), banyak didirikan bangunan oleh Pemerintah Kolonial Belanda untuk kepentingan pemerintahan, berinvestasi dalam usaha perkebunan, penggalian sumber mineral, dan objek wisata, pada masa itu. Pembangunan permukiman penduduk terkonsentrasi terutama di sekitar alun-alun dan memanjang ke arah timur.

Periode kedua (1920-1940), wajah tata kota mulai berubah dengan berdirinya beberapa fasilitas kota, seperti stasiun kereta api, kantor pos, apotek, sekolah, hotel, pertokoan, serta pasar. Pada periode ketiga (1940-1960-an), perkembangan Kota Garut bisa dilihat pada zona-zona perdagangan, pendidikan, permukiman dan pertumbuhan penduduk.

Pada awal abad ke-20, Kota Garut berkembang mengacu pada pola masyarakat yang heterogen sebagai akibat arus urbanisasi. Keanekaragaman masyarakat dan pertumbuhan Kota Garut erat kaitannya dengan berkembangnya usaha perkebunan dan objek wisata.

Orang Belanda yang berjasa dalam pembangunan perkebunan dan pertanian di daerah Garut adalah KF Holle. Nama Holle diabadikan menjadi nama jalan di Kota Garut, yakni Jalan Holle (Jl.Mandalagiri) serta patung setengah dada Holle di Alun-alun Garut.

Pembukaan perkebunan-perkebunan, diikuti pula dengan pembangunan hotel-hotel pada 1917, tempat menginap dan hiburan bagi pegawai perkebunan atau wisatawan yang datang dari luar negeri. Selain hotel-hotel di tengah kota, dibangun juga hotel-hotel di luar Kota Garut, seperti di Cilawu, di Cisurupan, di Tarogong, di Banyuresmi, di Samarang, dan di Pameungpeuk.

Berita tentang keindahan Kota Garut tersebar ke seluruh dunia, yang menjadikan Kota Garut sebagai tempat pariwisata.

Lingkungan Alam Fisik
Perkebunan ini terletak di Desa Subatan Kecamatan Cilawu dan dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PTP Nusantara VIII Persero. Konfigurasi lahan umumnya berbukit, dengan kemiringan lahan yang agak curam.
Tingkat visabilitas yang ada sangat bebas sehingga kita bisa menyaksikan pemandangan kebun teh yang sangat indah dengan tingkat kebisingan yang rendah karena pabrik pengolahan teh yang menimbulkan suara bising tersebut terdapat di bagian bawah dari perkebunan. Adapun flora dominan adalah pohon teh dan pohon pinus.
Batas administrasi dari Perkebunan Teh Dayeuh Manggung ini
adalah sebagai berikut :
Utara : Desa Sukamaju
Barat : Desa Sindang Sari
Selatan : Desa Wangun Jaya
Timur : Kabupaten Tasik
Aktivitas yang dapat dilakukan di perkebunan ini adalah tracking, hiking, rekreasi hutan, piknik dan bersunyi-sunyi (spooning nook). Pada umumnya pengunjung yang datang ke tempat ini adalah wisatawan domes!ik dari Garut dan Tasikmalaya dan wisatawan mancanegara berkebangsaan Belanda dan Jepang. Mereka datang karena ingin bernostalgia diperkebunan ini mengingat perkebunan ini dalam sejarahnya pemah dimiliki oleh Pemerintahan Belanda dan Jepang.

Aspek Khusus
Fasilitas yang tersedia berupa tempat parkir yang berada di depan kantor Perkebunan Teh Dayeuh Manggung dengan kapasitas sekitar 20 kendaraan pribadi, dan dilapisi aspal dengan kondisi yang baik.
Fasilitas lainnya berupa pintu masuk dengan kondisi yang baik. Sedangkan untuk fasilitas tempat ibadah berada di pemukiman penduduk. Di perkebunan ini tidak terdapat fasilitas akomodasi dan makan minum, sehingga pengunjung umumnya merujuk ke Hotel Ngamplang sebagai fasilitas akomodasi dan Rumah Makan Megawati untuk fasilitas makan minum.

Aksesibilitas
Jarak perkebunan ini ke ibukota kecamatan ? 6 km, sedangkan dari ibukota Kabupaten Garut ? 15 km. Jalan menuju ke perkebunan ini memiliki lebar sekitar 5 m, dan jalan akses menuju kawasan perkebunan sepanjang 3 km memiliki leber jalan sekitar 3 m.
Tarif angkutan umum dari Garut menuju perkebunan ini berkisar antara Rp.1.500,-/orang. Sedangkan untuk menuju obyek dapat mempergunakan ojeg dengan tarif Rp.3.000,-/orang.

dari berbagai sumber