An nyong ga se yo, cho eum boep ges seum mi da, gam sa hamida.

(Halo apa kabar, senang bertemu dengan anda, terima kasih)

Foto-foto: PEMBARUAN/EKO B HARSONO

ISTANA – Tampak Istana Kerajaan yang berdiri megah. Konsep istana kerajaan di Korea dan Jepang hampir sama.

SIANG itu, langit kota Seoul, ibu kota negeri ginseng, Korea Selatan sangat cerah. Meski begitu, sengatan sinar matahari tak sedikit pun terasa menembus pori-pori kulit. Justru sebaliknya, hembusan angin tengah hari seakan membekukan tulang. Pasalnya, suhu udara di musim dingin kali ini mencapai 8 derajat selcius meski matahari terasa pendek dari langit kota Seoul dan minus lima derajat selcius menjelang malam. Meski begitu, semangat berwisata sejumlah turis lokal dan mancanegara untuk membelah kota Seoul dan mencari jejak sejarah warisan budaya Asia penuh misteri dan kaya tradisi, tetap berkobar.

Untuk berjalan menelusuri kota Seoul persiapkan jaket, baju hangat, kaos kaki tebal, topi serta mantel atau overcoat. Untuk mencari tahu bagaimana kota ini, lakukanlah perjalanan pertama mendatangi tempat bersejarah di Korea Selatan. Salah satunya adalah mengunjungi istana raja korea yang model, konsep dan bentuknya nyaris sama dengan istana raja di China.

Peninggalan sejarah kuno Korea dapat kita lihat pada istana Changdeokgung dan Biwon, dinasti yang paling lama memerintah yaitu dinasti Chosoen yang dimulai pada abad ke 14. Istana kuno itu masih terawat rapi, walaupun dulu ada banyak kerusakan akibat perang Korea. Bangunannya berarsitektur Korea, tata ruang dan letaknya di perbukitan membuat istana ini amat menarik untuk dikunjungi. Ada bagian istana yang terasa aneh, yaitu suatu taman yang dibatasi dua pintu gerbang kecil, konon bila orang berada di taman itu umurnya tidak bertambah! Hal itu didasari kenyataan sejarah bahwa dahulu raja-raja selalu mati muda, tetapi ada seorang raja yang membangun taman itu dan sering berada di sana, ternyata raja itu hidup sampai tua. Percaya atau tidak!

Dunia secara umum menganggap angka 13 sebagai angka sial, tetapi di Korea angka 4 merupakan angka unlucky (sial), tidak ada lift bernomor 4, tidak ada nomor kursi 4 di pesawat dan seterusnya. Banyak orang pun jadi penasaran dan mencari tahu kenapa demikian? Ternyata orang Korea menyebut kata “empat” dan kata “mati” dalam bahasa sana pengucapannya sama. Ini dinilai sebagai suatu bencana, karena orang Korea ingin selalu umur panjang. Dan umur harapan hidup (expectation of life) rata-rata penduduknya mencapai 83 tahun.

Untuk berkesenian, tradisi Korea juga memiliki kekhasan dan ciri khas tersendiri. Kalau di Indonesia ada gamelan sebagai kesenian tradisional, di sana ada alat musik semacam siter dan seruling, mereka menyebutnya “kayagam dan daegeum”. Lagu-lagu tradisional mereka berirama mirip dengan lagu daerah Sunda di Jawa Barat. Banyak turis Asia termasuk Indonesia langsung menyukai lagu Korea tersebut.

Tak Terlalu Luas

Secara geografi wilayah Korea Selatan tidak terlalu luas, apalagi dibandingkan dengan Indonesia. Korea memiliki luas 99.400 km persegi, hampir sama dengan luas wilayah Inggris. Jumlah penduduk Korea Selatan saat ini sekitar 46 juta jiwa. Korea terbagi menjadi dua bagian, Korea Utara yang berhaluan sosialis, dan Korea Selatan yang lebih kapitalis dan berhubungan sangat dekat dengan Amerika Serikat.

GERBANG – Pintu Gerbang Timur Kerajaan Dinasti Chosoen sangat kontras kemegahan kota Seoul. Pintu gerbang ini berada di daerah Gang Dong di ibukota Seoul.

Korea hancur dalam perang saudara tahun 1950-1953 ketika negara bagian utara (sekarang Korea Utara) menyerbu bagian selatan yang terkenal dengan nama “Korea War” (Perang Korea). Perang itu memang sudah selesai tetapi dampak dan kenangannya tetap melekat pada rakyat Korea, mereka amat trauma. Saat inipun ketika kita melihat mereka dalam keadaan damai, sebenarnya yang dirasakan adalah ketakutan warganya. Karena setiap saat akan mungkin terjadi perang, lebih tepatnya disebut perang dingin. Kedua negara selalu siap setiap saat untuk berperang. Makanya jangan kaget bila semua pemuda di sana harus mengikuti Military Service (Wajib Militer). Semua pemuda diwajibkan mengikuti kegiatan militer, berlatih perang dan sebagainya selama 26 bulan (2 tahun 2 bulan).

Mereka tidak menyukai kegiatan itu, tetapi itu diwajibkan, tidak ada alasan bagi orang sehat untuk menolak. Selama wajib militer itu setiap bulan mereka dibayar US$ 8, sangat kecil. Salah seorang yang ditemui Pembaruan menceritakan: “Kami diberi makan, seragam, jatah cuti kami sangat sedikit, tiap hari latihan perang, menembak. Kami diberi uang 8 dolar Amerika sebulan, anda tahu itu sangat minim, harga sebungkus rokok sekitar US$ 1,6, amat menyakitkan, tapi kami harus mengikuti, kenapa? Karena kami orang Korea! Siapa lagi yang akan melawan musuh bila bukan warganya?” Ketakutan akan perang selalu menghantui warga Korea.

Perang Korea meninggalkan luka yang dalam di hati mereka. Foto ini menggambarkan betapa ngerinya sebuah perang saudara. Mereka saling menembak, suatu ketika saat perang sedang berlangsung, salah seorang prajurit memperhatikan. Ternyata lawan yang yang harus dihadapi adalah adik kandung sendiri! Mereka berpelukan, entahlah cerita berikutnya. Hati saya tersentuh mendengar cerita itu. Saya sangat sedih membayangkan suatu ketika saya harus berhadapan dengan adik saya dalam sebuah perang membela bangsa saya. Sekarang antara kedua negara dibatasi dengan pagar kawat yang disebut Demilitary Zone (DMZ), yaitu zona bebas militer selebar 4 km di sepanjang garis perbatasan, warga sipil dilarang keras ke sana.

PAKAIAN ADAT – Sejumlah masyarakat menggunakan pakaian adat penjaga keamanan kerajaan melintasi pasar Nang Dae Mon.

Perang Korea tidak hanya menyakitkan warga Korea, perang itu melibatkan pasukan bangsa lain, dan ribuan pasukan gugur. Untuk menghormati mereka, dibangunlah sebuah “Memorial War” yang boleh dikunjungi masyarakat umum. Semua nama prajurit yang gugur ditulis di sana. Pembaruan menyaksikan seorang wanita berkebangsaan Amerika duduk menangis setelah membaca nama-nama itu, mungkin ia membaca nama ayah atau saudaranya.

Kini, setengah abad kemudian Korea telah tumbuh menjadi negara makmur dengan penghasilan perkapita sangat tinggi untuk ukuran Asia. Kehidupan sangat tertib, dan masyarakat sangat menghormati hukum yang berlaku. Kita tak akan menjumpai seorang menyeberang jalan di sembarangan tempat. Orang akan menyeberang jalan hanya pada jalur dan menunggu sampai lampu penyeberangan menyala hijau. Pembaruan tidak melihat pelanggaran lalu-lintas yang dilakukan oleh masyarakat Korea.

Pemahaman bahasa Inggris di sana juga sama buruknya dengan di sini (di Indonesia). Hanya orang-orang terpelajar yang bisa berbahasa Inggris. Jadi bersiaplah kalkulator, pen dan kertas bila anda hendak membeli sesuatu dan tawar-menawar. Namun demikian di sana ada perguruan tinggi yang memiliki jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Guide untuk kontingen Indonesia kuliah di jurusan ini tahun kedua. Dengan terbata-bata ia selalu berusaha berbahasa Indonesia bercampur dengan bahasa Inggris yang kaku, ia sangat ramah.

Mata uang Korea bernama Won, nilai tukarnya: US$ 1 sekitar 1.200 won. Kira-kira 1 won = Rp 7,5. Jangan tanya harga barang-barang. Di sana rasanya semua barang terasa mahal untuk ukuran orang Indonesia, walau ada beberapa barang lebih murah daripada di Indonesia. Harga sekeping kaset rata-rata 6000 won, atau sekitar Rp 45.000, cukup untuk membeli dua kaset lagu barat di Indonesia. Biaya transportasi dengan bus, taksi, kereta api, semua lebih mahal daripada di Indonesia. Tetapi anda tak akan menyesal membayar mahal, karena pelayanan di sana sangat maksimal.

Sekarang tentang makanan. Korea terkenal gingsengnya, sejenis tanaman yang diambil umbinya kemudian dimanfaatkan orang. Ada yang dipakai sebagai makanan, minuman semacam teh, ada yang dipakai sebagai campuran minuman keras. Gingseng dari Korea berkhasiat menambah kekuatan.

Contoh menu dari sana adalah baekgimchi, toenjangchigae, shihye, dan semuanya saya tidak suka. Menu makanan di sana bagi yang suka akan terasa nikmat, tetapi bagi yang tidak biasa? Minta ampun! Apalagi yang namanya kinci. Suatu siang saya hampir muntah ketika mencium baunya.

SEWA – Di Museum Kerajaan Dinasti Chosoen juga disediakan tempat persewaan bagi masyarakat yang ingin menggunakan baju tradisional Korea (Hangduk) yang warna-warni dan serba longgar.

Kota Modern

Seoul merupakan ibukota dan jantung kota yang kedua dari Republik Korea Selatan, yang berpenduduk sekitar 10,2 Juta rakyat dari 46 Juta rakyat Korea Selatan. Seoul menduduki pemerintah selama Paekche Kingdom (18 – 660 Sebelum Masehi), dan merupakan ibukota dari dinasti Choson mulai 1394 sampai 1910. Peninggalan dari dinasti Chosoen yang termashur merupakan penemuan kebudayaan dan berbagai prestasi lainnya, prestasi yang masih terkemuka adalah pemandangan kota.

Bukti dari kekayaan pusaka Seoul adalah istana, kuil, dan monumen. Seoul memiliki kekayaan adat dan pengetahuan tentang Korea dan masyarakatnya. Sebagian kecil kota-kota di dunia yang sangat modern maupun bekas-bekas kota yang kuno terus ada secara berdampingan seperti keseimbangan.

Seoul merupakan negara yang banyak akan keanekaragaman konser, opera, dan pertunjukan oleh pemusik lokal maupun pemusik pendatang. Pusat kesenian Seoul berlokasi di sebelah selatan Seoul. Pusat Kebudayaan Sejong berlokasi tepat di jalan raya Seoul, bioskop Nasional berada di taman Mt. Namsan, dan gedung kesenian Ho-Am berada dekat dengan Balai Kota. Semua itu merupakan tempat-tempat yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa kebudayaan dan pertunjukan-pertunjukan. Pusat Kesenian Seoul, kenyataannya merupakan daya tarik kebudayaan yang sangat membanggakan. Fasilitas-fasilitasnya meliputi semua ukuran gedung-gedung pertunjukan yang besar maupun kecil, gedung kaligrafi, galeri-galeri kesenian yang kecil, perpustakaan, dan gedung opera. Juga rumah National Center untuk pertunjukan kesenian tradisional masyarakat Korea.

Rumah Korea, berlokasi tepat di pusat kota Seoul, dan merupakan rumah yang masih bergaya kuno. Tradisi serta adat kebiasaan masyarakat Korea masih ada di dalamnya. Para ahli masakan menyediakan hidangan ala Korea sebagai pendamping acara seperti musik dan tarian rakyat. Mengunjungi rumah Korea cukup memuaskan dengan hanya menyediakan sedikit waktu luang.

PEMBARUAN/EKO BUDI HARSONO