Tari Kreasi, dalam pencanangan Visit Bangka Belitung Archipelago 2008.

Peserta Sail Indonesia 2008 dalam jamuan makan siang, Minggu (12/10).

“Ayo ke Belitung …. Hanya 45 menit dari Jakarta.” Kalimat ajakan itu terbaca di berbagai brosur, booklet, dan leaflet pariwisata, baik yang dikeluarkan pemerintah kabupaten maupun dinas kebudayaan dan pariwisata kabupaten.

Memang, hanya memerlukan waktu terbang 45 menit sampai dengan 55 menit untuk mencapai pulau di sebelah timur Pulau Bangka itu dari Jakarta. Tiga maskapai penerbangan melayani rute Jakarta – Tanjungpandan, yakni Sriwijaya Air, Linus Air, dan Kartika Airlines. Selain melalui perjalanan udara, Belitung bisa dicapai melalui laut. Dua perusahaan yang melayani rute ke Tanjungpandan adalah Kapal Cepat ML Express Bahari dan KM Tristar.

Tetapi, apa saja yang bisa dilihat dan dinikmati di sana? Dari pengalaman berkunjung tiga hari dua malam, Belitung boleh disebut “surga” bagi penggemar wisata bahari, pencinta olahraga layar, renang, menyelam, dan memancing. Pantai-pantainya yang berpasir putih, mudah dicapai dari pusat kota, Tanjungpandan.

Pantai Tanjung Pendam, Bukit Berahu, Pantai Tanjung Tinggi, Tanjung Kelayang, hanya memakan waktu tempuh 15 menit – 30 menit dari Tanjungpandan. Bahkan, Pantai Teluk Gembira, Pantai Tanjung Kiras, dan Pantai Batu Lubang, yang berjarak 65 kilometer – 75 kilometer dari Tanjungpandan, pun relatif mudah dicapai. Sarana jalan raya yang menghubungkan satu kota dan kota lain- nya mulus, walau hanya cukup untuk dua mobil berpapasan, dan belum kenal kemacetan.

Gugusan pulau kecil yang jumlahnya mendekati 100 pulau di lepas pantainya, memang memesona. Semakin menonjol daya tariknya karena pulau-pulau itu “berhiaskan” bebatuan granit berukuran raksasa, yang kadang-kadang terlihat bertumpuk-tumpuk dari kejauhan, dikelilingi air laut tenang yang berganti-ganti warna dari kehijauan ke kebiruan.

Hampir seluruh perairan Pulau Belitung cocok untuk dijadikan lokasi wisata menyelam, menikmati keindahan bawah laut. Namun, lokasi favorit bagi penyelam adalah kawasan perairan Pulau Lengkuas, sekitar 20 menit – 30 menit berperahu dari Tanjung Kelayang, atau 15 menit dari Pantai Tanjung Binga. Lokasi taman laut yang lain adalah Karang Batu Penyu dan Karang Batu Camar.

Selain menjadi arena memancing, snorkeling, dan menyelam, perairan Pulau Lengkuas juga menawarkan atraksi menarik lain. Perairan Pulau Lengkuas adalah situs bangkai Wreck Indonesia, kapal yang tenggelam pada 2003. Bangkai kapal terletak di kedalaman 18 meter, siap dijelajahi penyelam.

Perairan Belitung adalah jalur pelayaran internasional. Karena itu, pemerintah kolonial Belanda mendirikan mercusuar setinggi 50 meter dari permukaan air laut pada 1882. Menara itu menjadi atraksi wisata tersendiri, karena pengunjung bisa menaikinya hingga ke puncaknya.

Foto-foto:SP/Sotyati

Yacht peserta Sail Indonesia 2008 buang sauh di lepas Pantai Tanjung Kelayang.

Sail Indonesia 2008

Penggal pertengahan Oktober lalu, perairan Tanjung Kelayang diramaikan kedatangan kapal-kapal layar tinggi. Tahun ini, untuk ketujuh kalinya, perairan Belitung dilewati yachters yang mengikuti Sail Indonesia 2008, pelayaran menjelajah perairan Indonesia menempuh rute Darwin, Australia – Singapura.

Setelah Kupang, ratusan kapal layar itu menyinggahi Alor, Lembata, Maumere, Ende, Labuan Bajo, Makassar, Bali, Karimunjawa, Sungai Kumai, Belitung, Batam (Indonesia), Singapura, dan Pulau Langkawi (Malaysia). Sail Indonesia diselenggarakan Yayasan Cinta Bahari Indonesia didukung Pemerintah RI melalui Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.

Satu per satu yachters dari 15 negara berlabuh di lepas pantai Tanjung Kelayang. Perairan Belitung adalah persinggahan terakhir sebelum mereka melanjutkan pelayaran ke Batam, dan seterusnya ke Singapura.

Kedatangan yachters di Belitung, bertepatan dengan pencanangan Visit Bangka Belitung Archipelago 2010 (Babel Archi 2010). Pencanangan dilakukan Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal, mewakili Presiden Yudhoyono, didampingi Dirjen Pemasaran Depbudpar Sapta Nirwandar, Gubernur Bangka Belitung Eko Maulana Ali, dan pejabat setempat.

Pencanangan ditandai dengan tabuhan gendang oleh para pejabat dan penanaman pohon oleh Menteri Perhubungan. Acara dilanjutkan dengan perhelatan, yang diramaikan pentas kesenian tradisional dan band. Yachters segera membaur dengan warga setempat, bersantap siang dan berjoget bersama.

Fien Rijsdijk, peserta dari Sydney, Australia, yang baru pertama kali mengikuti Sail Indonesia, sangat terkesan dengan panorama laut Indonesia. “Too short. Indonesia ini terlalu luas. Terlalu singkat waktu untuk menjelajahinya. Saya ingin lebih lama berlayar di perairan Indonesia,” kata Fien, yang memulai pelayaran pada Juli lalu.

Fien, yang berlayar bersama suaminya, Hans Rijsdijk, dalam kapal jenis desain Bollard bernama Pelikaan, mengaku menghabiskan waktu paling lama di Bali. “Yang juga menggembirakan, kami punya kesempatan ke Karimunjawa,” katanya tertawa.

Komentar yang sama terlontar dari mulut Robyn, peserta asal Seattle, Amerika Serikat. Sama seperti Fien, Robyn pun baru pertama kali ini ikut Sail Indonesia. Robyn mengaku sempat berlayar ke Kalimantan, berkunjung ke tempat rehabilitasi orangutan. Objek wisata yang paling berkesan baginya adalah Borobudur. “Bagi saya, jauh lebih mengesankan dibandingkan piramid di Mesir,” ia membandingkan.

Robyn, sambil tertawa menambahkan, keindahan panorama Indonesia membuatnya lupa krisis keuangan yang menghantam keuangan Amerika Serikat. Ia masih akan berlayar ke Langkawi-Malaysia, dan Afrika Selatan, sebelum kembali ke Seattle.

Laskar Pelangi

Pada peta Indonesia, Belitung dituliskan Belitung. Namun, dalam peta dunia, Belitung acap dituliskan Biliton. Nama Belitong muncul karena sebagian warga pulau itu melafalkan “tung” menjadi “tong”. Gantong, yang menjadi lokasi pengambilan gambar untuk film Laskar Pelangi pun, di peta dituliskan Gantung.

Pulau yang menyimpan kekayaan alam berupa timah, kaolin, tanah liat, batu besi, pasir kwarsa, batu granit, dan kekayaan perkebunan, seperti lada dan manggis, kini mulai tampil ke permukaan melalui film Laskar Pelangi, yang diambil dari novel karya Andrea Hirata. Kini, Gantung, salah satu lokasi pengambilan gambar film tersebut, jadi objek wisata baru. Acara utama kunjungan masih sebatas menonton sekolah yang hampir roboh, dan bergambar di depannya dengan pose yang nyaris sama dengan pose para pemeran film seperti tampak dalam poster filmnya.

Bisa jadi Pemerintah Kabupaten Belitung Timur belum menyadari potensinya. Paling tidak, pemerintah daerah bisa menyediakan sarana toilet, yang diperlukan pengunjung setelah menempuh perjalanan satu setengah jam dari Tanjungpandan.

Sarana jalan raya yang lumayan mulus, tanpa kemacetan arus lalu lintas, memang bisa menjadi kelebihan Belitung. Juga tidak menjadi masalah jika “penjelajahan” Belitung dilakukan dengan memakai jasa biro jasa perjalanan. Namun, bagi wisatawan kelas backpackers, ketiadaan taksi dan minimnya kendaraan umum, akan mengurangi keleluasaan gerak.

Kekurangan lain adalah minimnya sarana MCK (mandi-cuci-kakus) atau toilet di beberapa objek wisata. Kalaupun ada, keadaannya kotor dan tidak terawat. [SP/Sotyati]

Sumber: Suara Pembaruan