danau-maninjauDeretan keramba menunjukkan adanya aktivitas yang tiada henti, sumber kehidupan masyarakat sekitar. Dari kejauhan, bukit tampak menjadi penjaga Maninjau. Masih setia seperti dulu walaupun terkadang tidak bersahabat dan danau tetap menjadi tempat bergantung masyarakat sekitar.

Sesaat kemudian langit pun mulai berganti, maka kelam perlahan-lahan menaungi Danau Maninjau. Seorang perempuan tua datang bersama sebuah gerobak. Ia dengan saksama membersihkan pinggir-pinggir danau dari eceng gondok yang berserakan. Perempuan itu pun beranjak pergi bersama lembayung dari ufuk barat.

Pada malam hari, Danau Maninjau juga tidak kehilangan pesonanya. Pendar-pendar cahaya pun mulai muncul dari lampu keramba di sepanjang danau. Di seberangnya, para pemilik rumah mulai menyalakan alat penerang rumah mereka.

Siapa pun yang mengunjungi Danau Maninjau yang terdapat di Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, memang tiada akan berhenti mengagumi keelokannya. Berpuluh-puluh tahun lalu hingga sekarang, keindahannya tiada yang berkurang. Danau Maninjau tetap sama seperti dahulu.

Konon, Presiden pertama Soekarno pernah datang ke Danau Maninjau dan sempat membuat pantun untuk menyatakan kekagumannya atas Danau Maninjau, “Jika makan pinang, makanlah dengan sirih hijau. Jangan datang ke Ranah Minang, kalau tak mampir ke Maninjau”.

Danau Maninjau merupakan danau vulkanik. Danau tersebut berada di ketinggian 461,50 meter di atas permukaan laut. Luasnya sekitar 99,5 km2 dan memiliki kedalaman maksimum 495 meter.

Untuk mencapai Danau Maninjau ini, Anda bisa melalui dua jalur, dari arah utara dan selatan. Jika dari selatan, melewati Kabupaten Padang Pariaman. Dari Kota Padang ke Maninjau sekitar 140 km. Kalau melewati Kota Bukittinggi, Anda akan melalui jalan berkelok-kelok yang terkenal dengan nama Kelok 44, sepanjang sekitar 10 km jika mengambil jalur utara.

Menuruni Kelok 44, Anda akan menyaksikan panorama Danau Mainjau dari ketinggian. Danau terbentang luas.
Konon, Danau Maninjau tidak bisa dilepaskan dari cerita legenda bujang sembilan. Ceritanya, di Maninjau ada sembilan anak bujang. Salah seorang dari mereka kemudian dituduh melakukan perbuatan amoral. Ia lalu bersumpah jika setelah masuk ke dalam kawah Gunung Tinjua terjadi letusan, maka ia tidak bersalah. Lalu ia pun masuk ke dalam kawah. Tidak lama kemudian Gunung Tinjau meletus. Letusan gunung itu kemudian menjadi danau.
Hanya saja, saat ini kondisi Danau Maninjau sedikit terganggu oleh banyaknya keramba ikan. Pemerintah Kabupaten Agam menanggapi serius hal ini. Bupati Agam Aristo Munandar mengatakan, pihaknya akan membuat peraturan tentang pengelolaan Danau Maninjau.
“Kami akan menjadikan Danau Maninjau ini sebagai ikon wisata Kabupaten Agam,” kata Aristo.
Ini sudah dibuktikan dengan membuat wisata danau di Muko-Muko di Kecamatan Tanjung Raya, wisata air dengan konsep keluarga. Lalu ia menggiatkan paralayang dari Puncak Lawang.
Wisata paralayang ini sudah menjadi kalender pariwisata di Sumatera Barat. n