Bagi kelompok pecinta alam yang gemar menikmati alam terbuka khususnya di pantai selatan dan jauh dari hiruk pikuk berbagai kegiatan sehari-hari, datanglah ke pantai Cibobos. Indah sekali. Lokasinya , dari Malingping menuju Kecamatan Bayah sejauh 45 Km dan terletak pada sisi jalan jalur lintas selatan Banten dan Jawa Barat. Malingping ke ibukota Kecamatan Bayah sendiri jaraknya 70 km. Pantai Cibobos, secara administratif masuk Kabupaten Lebak di Provinsi Banten.

Situasi sangat ideal untuk “kemping “dalam jumlah besar sekalipun. Namun hingga kini masih belum dijadikan tujuan wisata pantai oleh pemerintah daerah setempat, yang dalam hal ini adalah Pemerintah Kabupaten Lebak, Banten.

Objek wisata yang masih alami ini, bila ditempuh dari Jakarta bisa melalui jalan tol Jakarta – Merak dan keluar pintu tol Serang Timur. Dari situ menuju Pandeglang dilanjutkan melalui wilayah Saketi terus menuju Malingping, dengan kondisi jalan memadai.

Lokasi ini bisa ditempuh dari Palabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (dari timur ke barat) seperti yang kami lakukan bersama dua orang rekan awal Maret lalu dengan kendaraan VW Combi. Melintas Hotel Samudera Beach dan Cisolok yang terkenal dengan pemandian air panas alam dan lokasi pemijatan alat vital laki-laki Mak Erot.

Jaraknya 57 km dengan kondisi jalan cukup memadai. Kami nikmati perjalanan dengan panorama teluk Palabuhan Ratu di sebelah kiri. Diwarnai pula lika-liku perbukitan. Dua jam dari Palabuhan Ratu, kami tiba di jembatan sungai Cibareno, batas Provinsi Jabar dan Banten, kami terus ke arah barat menuju Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak.

Selepas melintas sungai Cibareno, terdapat sebuah terminal angkutan pedesaan yang baru beberapa tahun lalu direnovasi. Para pedagang di situ mengatakan, terminal ini selalu sepi penumpang maupun kendaraan angkutan umumnya. Kemungkinan akibat kondisi jalan yang rusak parah.sejak 2 tahun lalu mulai dari wilayah Bayah..

Perjalanan lintas selatan menelusuri punggung perbukitan yang terjal dan tepian pantai yang indah, walau cukup sulit dilalui. Apalagi dengan kondisi jalan penuh lubang dan lapisan aspalnya yang terkelupas sepanjang 35 km, terutama saat melintas wilayah Cikatomas dan Gunungbatu hingga kota Kecamatan Bayah. Cukup melelahkan.

Namun jalur tersebut tidak membosankan. Bisa menghilangkan rasa penat serta kejenuhan kehidupan di perkotaan. Hutan di perbukitan, sebatas mata memandang,terlihat masih asri. Tentunya, bagi pecinta alam hal itu tidak mengecewakan. Apalagi, tidak terlihat adanya penggundulan hutan..

Bagai Kumbangan

Jalur transportasi lintas selatan yang cukup potensial bagi perkembangan ekonomi penduduk setempat dan pariwisata, sejak dua tahun terakhir ini, sepertinya dibiarkan terbengkalai, kondisi jalan rusak.

Rusaknya jalan berdampak pada terminal di Cibareno yang masuk wilayah Kecamatan Cilagrang Kabupaten Lebak, sebagai desa perbatasan dua provinsi. Terminal ini untuk persinggahan kendaraan umum yang akan menjangkau puluhan kampung di sepanjang lintas selatan tersebut.

“Suasananya selalu sepi dari persinggahan angkutan umum maupun penumpang. Padahal terdapat banyak pedesaan di wilayah Cilagrang, Gunung Batu maupun Cikatomas. Juga untuk ke beberapa wilayah perkampungan di pesisir pantai dan pegunungan. Saat ini hanya dilayani oleh ojek sepeda motor. Maklum kondisi jalannya lebih parah lagi, bagai kubangan kerbau”, ungkap Karyadi, pedagang minuman yang sebagai warga Banten merasa dianaktirikan dari pembangunan jalan pedesaan. Letaknya memang jauh dari ibukota Kabupaten Lebak.

Memang secara reguler ada trayek minibus dari Palabuhan Ratu menuju Bayah dan Malingping. Tidak pernah berhenti atau singgah di terminal Cibareno.

Pada perjalanan yang kami tempuh, saat mendekati wilayah kota Bayah, kondisi jalan mulai baik. Ada kegiatan perbaikan jalan. .

Bila melintas perbukitan, dari ketinggian ke arah selatan terlihat hamparan biru lautan lepas Samudera Indonesia. Di bagian utara terlihat kawasan perbukitan ijo royo-royo diselingi hamparan persawahaan milik petani setempat yang permukimannya di balik perbukitan.

Di lintasan tersebut, kami juga melihat beberapa lokasi wisata pantai, di antaranya Karangtaraje. Sayang sepi pendatang walaupun di hari Sabtu dan Minggu atau hari libur lainnya. Untuk menuju pantai pasir putih Cibobos, harus jalan lagi 15 km ke arah barat dari kota Kecamatan Bayah.

Nah, di situlah terdapat sebuah teluk kecil (radius 8 km ) berada pada sisi kiri tepi jalan lintas selatan tersebut. Bisa ditenggarai, menjelang satu kilometer ke Cibobos telah tampak hamparan pantai berpasir putih. Pantai ini banyak gugusan batu karang yang cukup besar dan menyembul pada gugusan kepulauan karang kecil .

Pantai Kentut

Pantai Cibobos tersebut yang menjadi tujuan kami untuk berkemping, yaitu berupa teluk berpasir putih. Secara harafiah, Cibobos dalam bahasa Sunda, ‘Ci artinya air, sedang Bobos’ artinya kentut.

Mungkin artian tersebut dikaitkan, akibat hempasan gelombang pada dinding batu karang yang jalurnya berongga dan saling berhubungan satu dengan lainnya, sehingga menimbulkan gemuruh dengan berbagai bunyi hembusan menyerupai kentut. .

Beberapa puluh meter dari bibir pantai, terdapat batu karang besar dengan deburan ombak yang keras. Di sekitar batu karang besar tersebut, terdapat puluhan batu karang lainnya yang lebih kecil.

Kawasan bukit karang tersebut diapit dua pantai landai pada bagian timur dan barat pada rentang antara 200 hingga 400 meter yang juga berpasir putih sebagai lokasi untuk berenang

Menuju Pantai Cibobos, tidak ada tanda sebagai objek wisata. Tapi dari tepi jalan ada jalur khusus menuju pantai hanya 20 meter, bisa terlihat jelas bekas jejak-jejak mobil di antara rerimbunan tanaman perdu dan gelagah sebagai green belt (jalur hijau ) atau sepadan batas pantai.

Areal tersebut sepi, jauh dari permukiman. Permukiman penduduk jaraknya antara 5 hingga 7 km. Kondisi seperti itu sangat ideal bagi pecinta alam untuk kemping (camping ground) dalam kelompok besar sekalipun.

10 meter dari jalan raya lintas selatan tersebut di sebelah utaranya terdapat perbukitan dengan pepohonan yang rimbun. Dari bukit ini keluar air bersih yang mengalir menuju ke pantai di areal kemping. Air bersih/tawar mutlak diperlukan bagi kegiatan ‘ngemping’ di pantai, baik untuk membasuh diri/mandi setelah berenang di laut maupun untuk membersihkan berbagai peralatan lainnya. Dan yang tak kalah penting ialah untuk masak makanan atau minuman.

Areal kemping mampu menampung 10 kendaraan jenis sedan, station atau jeep/camping car (caravan). Kendaraan tersebut tersembunyi di balik rimbunan gelagah sebagai garis sepadan pantai pada posisi ketinggian dua meter dari garis bibir pantai..

Kami parkir kendaraan VW Combi, dan dijadikan sebagai tempat ‘ngemping’ selama bermalam Minggu. Kendaraan, kami lengkapi dengan memasang selembar terpal (ukuran 4 x 3 meter) pada bagian atas dua buah pintu samping sebelah kirinya sebagai ‘flying sheet’ yang direntangkan pada dua tonggak kayu yang diperkuat masing-masing rentangan dua utas tali bertumpu pada 4 buah pasak besi di tanah.

Tambahan terpal tersebut sebagai perlindungan saat memasak dan kegiatan lainnya agar terlindung dari sengatan matahari maupun curah hujan.

Di bawah pelindung tersebut, kami hamparkan tikar dilengkapi dua kursi rotan lipat serta sebuah lampu ‘ting’ (lampu badai) yang tahan terpaan angin. Kami juga membawa meja lipat. Kursi kami arahkan untuk duduk menghadap selatan agar memandang Samudera Indonesia yang malam itu disinari rembulan.

Dua meter dari lokasi kemping ke arah bawah di pasir pantai, kami pilih sebagai tempat untuk api unggun. Tempat ini terlindung oleh gugusan dua batu karang besar sehingga terhindar dari hempasan ombak.

Menurut penduduk setempat, lokasi api unggun ini aman. Saat musim air laut pasang, seperti pada bulan Maret ini, air laut tidak akan melampaui garis sepadan pantai. Demikian juga areal kemping dipastikan aman. Baru pada siang harinya, hempasan air pasang mencapai 3 meter sebelum lokasi api unggun.

Hal itu terlihat dari banyaknya serakan berbagai batang kayu yang sudah mengering yang terbawa saat air pasang yang terjadi pada saat siang harinya.

Jadi bagi yang akan tidur di hamparan pasir dekat api unggun pada malam harinya akan aman dari jilatan air pasang. .

Di areal api unggun itu kami melakukan berbagai kegiatan sambil terus menikmati dahsyatnya deburan ombak menerpa pantai yang sambung menyambung tiada henti. Itulah lautan pantai selatan di wilayah Banten.

Untuk berapi unggun, kami tidak kesulitan mendapatkan kayu bakar. Batang pohon kering banyak berserakan akibat terdampar saat pasang surut.

Untuk makan malam, kami telah siapkan peralatan masak dan berbagai bekal di antaranya ikan besar yang kami beli saat singgah di pasar ikan di Palabuhanratu. Ikan kami bersihkan, kemudian kami bakar.

Kegiatan lainnya selepas berapi unggun, kami mencoba meninjau pantai landai di bagian barat dari areal kemping yang jaraknya 1 km, yang menurut penduduk setempat, kecuali pada saat bulan purnama, sering didapati Penyu Hijau ( Chelonia mydas) datang mendarat dan menggali lubang pada rerimbunan gelagah untuk bertelur.

Sayang, malam itu hujan turun sehingga kami kembali ke mobil kemping dan tidak bisa mengamati penyu-penyu mendarat dan bertelur. Untung, walau hujan deras, mobil kemping kami tidak kemasukan air hujan.

Panjat Batu Karang

Pagi harinya setelah menikmati kopi hangat serta sarapan pagi sambil menyantap sisa ikan bakar, kegiatan kami beralih melakukan pendakian ke puncak batu karang (rock-climbing) yang besar, dengan cara free climbing (panjat terbing tanpa alat bantu) dari berbagai sisi batu karang yang terbesar.

Kesempatan itu jangan lupa untuk diabadikan oleh rekan yang membawa kamera foto, sekalipun agak sulit untuk bisa mencakup secara optimal dari berbagai sudut yang dikehendaki. Untuk memotret kegiatan kawan yang sedang panjat batu karang itu, kadang terganggu oleh terpaan ombak yang menimbulkan percikan pada kamera.

Pendakian ke atas salah satu bukit karang bisa dipilih, pada alur mana jenis batu karang yang kokoh dan mudah dipanjat hingga ke atas puncaknya. Di saat turunpun pilih alur yang mana yang lebih mudah, karena antara naik dan turun sama sulit dan riskannya.

Dari sisi ke sisi lainnya, memang terlihat jelas alur dan bagian untuk bisa dipilih alur yang dapat dijangkau tangan sebagai alur pijakan untuk kedua kaki selanjutnya ke arah yang lebih tinggi dengan aman .

Tapi bagi pemanjat pemula, memanjat puncak batu karang yang besar tentunya harus ada seorang pembimbing apalagi secara ‘free climbing’, cukup riskan karena ketinggian berkisar 7 hingga 10 meter dari permukaan air laut.

Melalui petunjuk seorang pembim-bing, pendaki bisa dipandu bagaimana cara memilih alur pendakian dan meraih jenis karang yang kuat untuk dipagut tangan agar dapat mengangkat berat tubuh pendaki hingga terhindar tidak memagut karang yang rapuh.

Itulah pantai Cibobos, yang sayup-sayup selalu terdengar hembusan angin dari lubang dan celah karang bila hempasan gelombang menerpa beberapa gugusan dinding bukit karang di areal teluk kecil tersebut.

UTUN KARTAKUSUMAH