Vila dengan pemandangan Gunung Merapi di kejauhan. [Foto-foto: Pembaruan/ Luther Ulag]

Berita mengenai aktivitas Gunung Merapi menjadi isu utama di media massa cetak maupun elektronik belakangan ini. Beberapa daerah di wilayah Jawa Tengah telah mengevakuasi warganya agar terhindar dari bahaya letusan gunung tersebut.

Namun, pemandangan berbeda terlihat di Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Padahal, desa tersebut terletak tidak begitu jauh dari Gunung Merapi. Mungkin hanya berkisar sekitar sepuluh kilometer.

Beberapa warga di sana menyatakan rasa syukur desanya tetap aman dari “amukan” lahar panas Gunung Merapi. Paling-paling hanya diselimuti hujan debu.

Kecamatan Cangkringan yang terletak sekitar 20 kilometer dari pusat Kota Yogyakarta itu memang belum seterkenal Bantul dengan pantai Parangtritisnya. Padahal, sebenarnya di Cangkringan itu terdapat beberapa sektor wisata yang bisa dijual ke turis lokal ataupun mancanegara. Selain pemandangannya yang asri, hawanya yang sejuk karena berada tepat di kaki Gunung Merapi, Cangkringan juga memiliki sarana wisata yang juga tidak kalah bagusnya dengan daerah lainnya.

Joglo ?The Cangkringan Villas?.

Cangkringan terkenal dengan kerajinan batu alam yang berasal dari Gunung Merapi. Batu-batu itu biasa dibuat untuk cobek yang hasil produksinya dikirim ke daerah-daerah lain, termasuk Jakarta. Kualitas cobek buatan Cangkringan tidak perlu diragukan lagi. Daya tariknya terletak pada kekuatan batu dan tidak luntur.

Di Cangkringan itu pula terdapat arena pemancingan yang lumayan asri. Bisa dibayangkan, kita bisa memancing sambil memandangi keindahan alam sekitar, termasuk Gunung Merapi yang berdiri kokoh di kejauhan. Pemandangan yang tak akan membuat jenuh sambil menunggu umpan disantap berbagai jenis ikan di kolam.

Kekayaan alam lain yang juga dimiliki Cangkringan adalah kopi yang memiliki nama Sentro, yang kualitasnya tidak kalah dengan kopi-kopi dari daerah-daerah lain. Dan, jangan lupa hasil bumi yang sudah snagat dikenal selama ini, yakni salak pondoh asal Cangkringan yang gurih. Jangan pernah merasa ke Cangkringan jika tidak pernah merasakan nikmatnya kopi Sentro dan gurihnya salak pondoh.

Di Cangkringan juga bisa ditemukan galeri gebyok yang berasal dari kota-kota seperti Solo, Kudus, Yogyakarta, dan Jepara. Rata-rata gebyok itu sudah berumur ratusan tahun, sehingga harganya pun lumayan mahal. Seorang wisatawan asal Amerika Serikat, contohnya, harus merelakan uangnya senilai 1,5 miliar rupiah untuk membeli gebyok sepanjang sekitar 14 meter dan memboyongnya ke negaranya. Tentu tak masalah karena bagi mereka gebyok merupakan benda unik dan sulit didapat.

Joglo di antara tanaman.

Vila

Kini bisa ditemukan satu lagi fasilitas wisata di Cangkringan, The Cangkringan Villas and Spa. Vila yang baru beroperasi pertengahan 2005 lalu itu terlihat unik, terdiri atas 16 bangunan vila.

General Manager-nya, Lies Yuwati, mengatakan The Cangkringan Villas and Spa rencananya dalam waktu dekat akan dikembangkan menjadi 24 bangunan vila. Bangunan vila memang sengaja menjadi pilihan dibandingkan harus membangun sebuah hotel layaknya hotel lain. “Kami jelas ingin tampil beda. Konsep pembuatan vila ini harus sinergi dengan suasana alam di kawasan ini yang serbanatural. Karena itu kalau kita membuat konsep yang sama dengan hotel-hotel lain, tidak ada lagi yang menarik dan yang bisa kami jual,” kata Lies.

Karena suasana yang dijual, maka tidak mengherankan jika tarif yang dikenakan pun relatif mahal. Paling rendah tarif sewa vila di sana sebesar 250 dolar AS, sedangkan termahal yakni 1.000 dolar AS. Fantastis! Namun, dengan tarif sebesar itu, pelayanan yang diberikan oleh pengelola vila tersebut sangat sesuai dengan tarif tersebut.

Fasilitas yang menjadi andalan pengelola adalah Eastern Garden Spa, dengan tiga macam terapi, yakni India, China, dan Indonesia. Lies yang pada kesempatan itu didampingi Manajer Eastern Garden Spa Palupi Chandra Rini mengemukakan, meski status Gunung Merapi sudah meningkat menjadi siaga, namun angka kedatangan wisatawan asing maupun lokal tetap tinggi.

Fasilitas spa.

“Dari jumlah wisatawan selama ini 50:50 asing dan lokal,” katanya. “Kebanyakan wisatawan asing itu malah ‘aneh-aneh’, semakin tinggi status Gunung Merapi mereka semakin senang mengunjungi kawasan terdekat gunung tersebut,” ia menambahkan.

Keberadaan The Cangkringan Villas and Spa memang menjadi warna tersendiri bagi Kecamatan Cangkringan yang sempat tidak akrab di telinga wisatawan. Apalagi pengelola vila tersebut juga sering melakukan kegiatan dengan melibatkan masyarakat setempat, seperti pengajian, dan upacara keagamaan seperti Malam Syuro.

“Yang lebih istimewa lagi, warga di sini banyak kami angkat sebagai karyawan. Jelasnya kami tetap ingin memiliki peran di tengah masyarakat,” ujar Lies.

Yang pasti, beberapa tahun ke depan, kawasan Cangkringan akan menjadi kawasan wisata yang setara dengan daerah-daerah wisata yang sudah lebih dulu terkenal.

Ingin refreshing, atau melepas kepenatan, datanglah ke Cangkringan. [Pembaruan/Steven S Musa]