Kolam susu [Pembaruan/Yumeldasari Chaniago]

Tugu perbatasan menjadi tempat berfoto wisatawan [Foto: Istiewa}

Beberapa waktu lalu Pembaruan mengunjungi Kabupaten Belu Kecamatan Atambua Nusa Tenggara Timur. Saat itu sedang berlangsung Belu Expo 2006 yang digelar selama empat hari, 15 November – 19 November lalu.

Tak kurang dari 18.000 pengunjung memadati pameran yang digelar di lapangan umum Atambua tersebut. Tak hanya gerai penjualan makanan, dan barang kebutuhan rumah tangga, selama acara berlangsung, pengunjung juga bisa melihat berbagai hasil kerajinan masyarakat setempat berupa kain tenun ikat, kerajinan dari batu marmer, kerajinan ukiran dari kayu cendana, kerajinan anyaman tas tali gewang, kerajinan gerabah dan lain-lain.

Menurut Ketua Penyelenggara, Ivon, dengan digelarnya acara tersebut diharapkan akan menambah rasa percaya diri masyarakat Belu untuk berkreativitas. Selain itu juga diharapkan penyelenggaraan acara ini akan menghilangkan kesan bahwa Atambua tidak aman.”Dengan adanya event ini bisa membuktikan bahwa di Atambua tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan sehingga wisatawan tidak perlu merasa takut atau khawatir untuk mengunjungi Atambua,” jelasnya.

Hal senada dikatakan Wakil Bupati Belu, Drg Gorgyrius Fernandez Morbili. Menurutnya dengan pelaksanaan Belu Expo ini akan menunjukkan bahwa masyarakat Belu sangat kondusif dan aman. “Jadi berbagai informasi yang sempat mencuat bahwa Belu dengan ibukotanya Atambua menjadi tidak aman karena dilakukannya eksekusi Tibo Cs adalah tidak benar. Informasi itu mencuat karena adanya kesalahpahaman saja,” tuturnya.

Dia mengharapkan, acara yang juga menampilkan berbagai atraksi budaya itu dapat terus diselenggarakan setiap tahun. Dan tidak hanya diikuti oleh masyarakat dari Kabupaten Belu, tapi juga akan diikuti oleh seluruh masyarakat di Nusa Tenggara Timur yang berada di luar Kabupaten Belu.

Saat malam penutupan Belu Expo 2006, sejumlah atraksi budaya juga turut digelar. Selain menampilkan band-band anak muda setempat, sejumlah tarian adat juga ditampilkan. Di antaranya tarian Bidu yang dibawakan sejumlah muda-mudi Belu.

Tarian Bidu merupakan sebuah tarian pergaulan antara muda-mudi untuk saling berkenalan dan memupuk rasa keakraban. Tarian ini biasanya dilakukan pada malam hari dan dilakukan dengan saling mengundang muda-mudi antar desa atau dusun.

Tarian ini juga terkadang digunakan untuk mengisi acara hiburan pada waktu acara resepsi. Tarian tersebut dibawakan dengan diiringi alat musik yang disebut Raraun, atau gitar dengan empat tali, dan anyaman tali gewang (kleni) yang juga dimainkan seperti gitar. Selain diiringi musik, tarian ini juga ditarikan dengan iringan lagu dan syair yang dilantunkan kaum pria.

Tarian Belu, tarian pergaulan

Kerajinan tenun ikat

Persahabatan

Menurut Gorgyrius Fernandez Morbili, Kota Belu berdasarkan penuturan tetua adat setempat bermakna persahabatan. Ini merupakan suatu makna simbol yang mendeskripsikan bahwa pada zaman dulu para penghuni Belu memang bersahabat dan hidup saling memperhatikan.

Namun secara politis oleh pemerintah Belanda, Belu dibagi menjadi dua bagian, yaitu Belu Selatan dan Belu Utara. Sedangkan Kota Atambua merupakan ibukota Kabupaten Belu yang berarti tempat hamba-hamba suanggi. Konon, daerah ini digunakan oleh para raja untuk membuang dan mengeksekusi para suanggi yang dianggap mengganggu masyarakat.

Untuk menjangkau Kabupaten Belu dapat dilakukan dengan melalui pelabuhan udara Kupang-SoE-Kefamenanu dan Atambua. Atau melalui pelabuhan Tenau Kupang-SoE-Kefamenanu-Atambua. Sedangkan pelabuhan udara Belu yaitu Bandar Udara Haliwen melayani rute penerbangan Atambua-Dili pulang-pergi.

Kabupaten Belu juga berbatasan langsung dengan Negara Timor Leste. Selama tiga hari berada di Atambua, Pembaruan sempat mengunjungi kawasan Motaain. Kawasan ini merupakan salah satu kawasan perbatasan resmi yang memisahkan negara Indonesia dengan Timor Leste.

Jika berada di kawasan ini, baik orang Indonesia maupun orang Timor Leste tidak boleh melintasi garis kuning yang menjadi garis batas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Timor Leste tanpa izin negara yang bersangkutan.

Di antara garis batas kedua negara tersebut terdapat dua tugu garis pembatas yang berada di masing-masing negara. Masing-masing tugu yang didirikan pada 30 Agustus 2005 tersebut ditandatangani oleh kedua menteri luar negeri dari kedua negara. Indonesia diwakili oleh DR N Hassan Wirajuda dan Timor Leste ditandatangani oleh DR Jose Ramos-Horta.

Sebagai bukti sejarah, kawasan ini berpotensi menjadi kawasan wisata. Tapi sayangnya pemda setempat kurang memberi perhatian serius untuk mengembangkan kawasan ini sebagai objek wisata unggulan.

Hal itu bisa dilihat dari minimnya sarana dan prasarana umum di sekitar lokasi tersebut. Padahal tak jauh dari kawasan Motaain terdapat laut lepas dengan pemandangan alam indah yang juga berpotensi sebagai objek wisata.

Selain kawasan Motaain, Kabupaten Belu juga memiliki objek wisata yang sangat indah. Bahkan salah satunya kawasannya telah memberikan inspirasi bagi lagu Koes Plus berjudul bukan Lautan Hanya Kolam Susu. Tempat yang telah memberikan inspirasi bagi grup band legendaris ini berada sekitar 17 kilometer arah utara dari kota Atambua. Di lokasi yang bernama Kolam Susuk ini terdapat sebuah kolam yang terbentuk secara alami. Pemandangan alamnya yang masih alami terlihat indah dan “menyegarkan” mata. Tak heran mengapa kolam ini menjadi inspirasi Koes Plus.

Di sekitar kolam ini juga membentang tambak-tambak ikan. Jika lapar, Anda bisa langsung menikmati menu makan siang berupa ikan bandeng panggang dengan dagingnya yang segar. [Pembaruan/Yumeldasari Chaniago]