Pulau Lengkuas

Pulau Lengkuas

BELITUNG – Melepaskan diri dari Provinsi Sumatera Selatan sejak tahun 2000, kini Provinsi Bangka Belitung (Babel) berusaha keras membangkitkan kekuatan pariwisata bahari ataupun wisata alam pantainya.

Pengan alasan bahwa timah serta perkebunan lada, kelapa sawit, dan hasil perikanan sudah tidak terlalu menguntungkan lagi.
Saat ini, pengenalan promosi pariwisata di Kabupaten Belitung mulai gencar dilakukan melalui “Visit Babel Archipelago 2010”, didahului dengan perluasan Bandar Udara Has Hanandjoeddin, Tanjungpandan yang berbarengan diresmikan oleh Menteri Perhubungan Jusman Sjafii Djamal dan Dirjen Pemasaran Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Sapta Nirwandar, minggu lalu.
Wilayah Belitung Barat, misalnya, memang memiliki panorama keindahan pantai dengan air laut yang jernih, butir pasir selembut tepung, dan bebatuan besar yang konon merupakan lontaran dari letusan Gunung Krakatau pada ratusan tahun lalu.
Bukti keelokan “Bumi Laskar Pelangi” itu bisa langsung dirasakan dan dililihat saat kita mengunjungi Pantai Bukit Berahu, Pantai Tanjung Kelayang, dan Pantai Bilik (Tanjung Tinggi) yang jadi lokasi syuting videoklip lagu soundtrack Film Laskar Pelangi, oleh Nidji. Serta tidak ketinggalan adalah keunikan panorama pulau-pulau kecil seperti Pulau Batu Belayar, Pulau Burung, dan Pulau Lengkuas.
Keindahan hamparan laut seakan tersaji di setiap sudut mata memandang, yang sekeliling pantainya dipenuhi bebatuan raksasa. Berikut kebeningan air laut yang memperlihatkan aneka terumbu karang dan biota laut berbagai rupa, serbanatural.

Keajaiban Pantai Lengkuas
Warna unik lainnya di Belitung Barat sangat terasa ketika perahu singgah di Pulau Lengkuas yang rindang dengan pepohonan kelapa yang subur. Di tempat ini, kita seharusnya langsung menaiki menara mercusuar tua setinggi 50 meter yang dibangun Belanda tahun 1882. Makin tinggi menaiki tangga besi 18 lantai, kita makin bisa menikmati keajaiban Pantai Lengkuas dengan kejernihan sampai dasar laut yang terlihat jelas. Di perairan ini juga terdapat keindahan hamparan karang dan situs kapal tenggelam, Wreck Indomarine.
Akan tetapi, bila saja kita terdampar ataupun ditinggalkan tanpa perahu dan tak bisa berenang dari tiga pulau kecil tadi, pastilah Anda merana. Seperti trenyuhnya kita mendengar cerita Ngadirun, salah seorang dari empat pengawas pantai yang sehari-harinya bertugas di menara suar navigasi internasional
itu. Untuk mendapatkan air minum saja, mereka (Ngadirun, Soleh, Samidi, dan Mujid) harus menampung air hujan pada tangki tua yang tersedia di sana.
Semuanya itu digunakan untuk memasak, meminum (selain air kelapa), dan mandi, sebab memang tidak ada air sumur di pulau tersebut. Kecuali pada musim kemarau, mereka biasanya mendapatkan kiriman air bersih bersama bahan makanan tiga bulan sekali dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Laut. Mereka hanya diperbolehkan pulang ke Jakarta 3-4 bulan sekali, sekaligus untuk mengirimkan laporan tugas kerja.
Ngadirun dan kawan-kawan sudah mendapatkan giliran tugas di pulau seluas kurang dari satu hektare ini selama dua tahun. Tugas mereka terhitung berat, karena bertanggung jawab terhadap jalur pelayaran internasional, terutama saat malam ketika angin berembus kencang. Apalagi mereka sering kali harus memandu perahu-perahu kecil nelayan yang lewat di sekitarnya untuk mencari ikan ataupun melakukan antar-jemput wisatawan mancanegara dan domestik.
Sebagaimana wilayah pantai lainnya di Belitung, Pulau Lengkuas juga mejadi tujuan wisata snorkeling (menikmati pemandangan bawah laut) dan diving (menyelam) yang kebanyakan dilakukan para wisatawan asal Australia.
Harapan maju wisata alam pantai, sesungguhnya hidup lantaran mayoritas penduduk Belitung memang selalu menikmati masa liburannya di pantai-pantai, terutama Pantai Tanjung Kelayang, tempat peresmian “Visit Babel Archipelago 2010”. Di sana, penduduk setempat bisa menikmati kegembiraan berwisata gratis (tanpa tiket masuk) sepuas-puasnya.