Museum dan Taman Hutan Manggala Wanabakti merupakan sarana informasi, edukasi, dan rekreasi bagi pengunjung. Prakteknya ada di Hutan Kali Pesanggrahan bersama KTLH (Kelompok Tani Lingkungan Hidup) Sangga Buana.
“Harapan kami, orang yang masuk ke Museum Hutan ini, sadar akan pentingnya hutan bagi kehidupan,” kata Prachmatika, Kabag Museum Taman Hutan. Mengunjungi museum ini tidak dipungut biaya, alias gratis. Cukup mengisi buku tamu, pengunjung bisa mengeksplorasi hutan Indonesia melalui museum.
Setelah mengisi buku tamu, pengunjung langsung disambut dengan pohon berbicara, pohon jati berumur i39 tahun yang menjulang hingga hampir menyentuh atap gedung. Pohon itu bercerita tentang dirinya melalui rekaman suara, dan artifak-artifak disekitarnya membuktikan bahwa cerita sang pohon jati itu benar.
Tidak hanya itu. Banyak hal lainnya yang dapat dipelajari dari koleksi museum. Misalnya, jenis-jenis hutan dalam bentuk diorama seperti: hutan jati, hutan pinus, hutan agathis, dan hutan payau. Semua diorama dibuat sesuai aslinya dilengkapi dengan kehidupan satwa di dalamnya, berikut kotak suara yang jika ditekan tombolnya akan menjelaskan secara detail.
Pengetahuan terus bertambah saat menjelajahi museum. Ternyata hutan serta kehidupan liar di dalamnya, sangat banyak manfaatnya bagi kelangsungan hidup manusia. Ini tergambar dalam koleksi hasil hutan, seperti jenis-jenis kayu, kertas, dan pulp.
Berbagai jenis produk yang dihasilkan dari kulit, getah, bunga, dan daun, juga tersaji lengkap. Mulai dari kapur barus, damar, bahan pelitur, minyak cendana, kayu manis, dan banyak produk lainnya yang sampai saat ini masih digunakan oleh manusia.
Koleksi di lantai satu ini juga dilengkapi berbagai alat-alat eksploitasi hutan dari yang tradisional hingga modern, foto-foto dan lukisan angkutan kayu zaman dulu, serta alat-alat ukur untuk membuat peta kehutanan dan interpretasi potret udara.
Ingin tahu lebih dalam mengenai hutan Indonesia. Naik saja ke lantai dua. Di sana ada pusat dokumentasi dan informasi yang menyimpan ribuan bahkan jutaan koleksi bahan pustaka ilmiah, baik dalam bentuk buku maupun digital.
Perpustakaan ini terbuka untuk umum, apalagi untuk pelajar dan mahasiswa. “Kami tidak memberlakukan kartu anggota seperti perpustakaan pada umumnya. Hanya saja karena terbitan tiap koleksi terbatas, pengunjung tidak diperbolehkan membawa pulang, hanya baca ditempat. Tapi jika ingin memperbanyak kami menyediakan foto copy,” jelas Prachmatika yang sudah menjabat sebagai kabag selama 12 tahun.
Jika ingin tahu lebih dalam tentang hutan, silahkan datang ke museum yang terletak di jalan Jendral Gatot Soebroto, Senayan, Jakarta Selatan, persis di samping gedung MPR. Jangan lupa, jam operasionalnya dari Senin sampai Jumat, pukul 09.00 sampai 15.30.
Hutan Konservasi Padepokan Sangga Buana
Setelah pengetahuan tentang hutan di dapat, bagaimana prakteknya mempertahankan hutan kita agar tetap lestari sepanjang masa? Tempat belajarnya ada di Hutan Kali Pesanggrahan, Bersama KTLH (Kelompok Tani Lingkungan Hidup) Sangga Buana yang di pimpin Babeh Khaerudin, atau Babe Idin.
Berkat perjuangan Babeh Idin dan kawan-kawan selama puluhan tahun, Kali Pesanggarahan telah menjadi Hutan Wisata gratis yang boleh di kunjungi oleh siapa saja. Di sini pengunjung diajak belajar mencintai alam, dengan praktek menanam pohon, menebar benih ikan, diskusi, dan kegiatan lainnva sebagai upaya pelestarian lingkungan hidup.
“Setiap kunjungan di sini mempunyai nilai, dan sudah ada link nya, jadi kami selalu menjalin hubungan kepada setiap pengunjung. Inti berwisata di sini adalah pembelajarannya,” kata jawara yang santun ini.
Berbagai kelompok sekolah, mulai siswa SD (Sekolah Dasar) sampai PT(Perguruan Tinggi), banyak yang belajar pendidikan alam di sini. Ada juga berbagai kelompok perguruan tinggi yang menyumbangkan ilmu dan tenaganya, jadi kegiatan belajar mengajar di Hutan Konservasi Padepokan Sangga Buana ini tidak mungkin didapat pada bangku sekolah manapun.
Pernah juga beberapa rombongan ekspatriat dari Jerman, Inggris, Prancis, Australia, Belanda, dan Jepang mencoba menjadi bagian keasrian daerah ini. Dan bukan tidak mungkin, mereka akan datang lagi dengan mengajak teman atau keluarga dalam jumlah lebih banyak.
Untuk mendampingi para wisatawan mancanegara tersebut, Sangga Buana mendapatkan bantuan tenaga pemandu wisata dari Universitas Trisakati. Tercatat sekitar 4000 orang datang berkunjung tiap tahunnya.
Hutan Konservasi yang telah disulap Babeh Idin seluas 40 hektar, membentang sepanjang tepian Kali Pesanggrahan dengan nuansa alami. Kicauan burung terdengar di sana sini. Bahkan burung Cakakak yang bersarang di tanah dan sudah jarang ditemui di Jakarta ada di sini.
Pohon-pohon langka semacam buni, jamblang, kirai, salam, tanjung, kecapi, kepel, rengas, mandalka, drowakan, gandaria, bisbul, dapat dijumpai pula di sini. Belum lagi tanaman obat yang jumlahnya mencapai 142 jenis.
Itulah sebabnya mengapa wisatawan mancanegara lebih tertarik daripada wisatawan lokal, kecuali pelajar. “Disini bukan hanya wisata ekologi dan biologi. Banyak peninggalan situs-situs yang berpotensi menjadi wisata. Banyak juga orang Belanda, Inggris, dan Amerika yang udah belajar silat disini, itulah budaya yang sesungguhnya,” ujar Babeh Idin, seraya memberikan pelajaran lewat petuah-petuah kepada siapa saja yang berkunjung ke tempatnya.
Potensi Lain Hutan Kali Pesanggrahan
Alam sejuk dengan pepohonan rindang di sepanjang tepian Kali Pesanggrahan Karang Tengah merupakan tempat yang cocok untuk kegiatan wisata alam. Mengasyikkan berjalan menyusuri tepian kali atau sekadar duduk-duduk di bawah saung sambil menikmati suasana tenang dan asri tanpa polusi.
Demi keselamatan, setiap pengunjung wajib didampingi oleh pemandu dari Sangga Buana. Karena begitu asrinya, hutan ini masih banyak menyimpan aneka satwa liar, seperti ular, buaya, dan sebagainya.
Dapat disaksikan pula secara langsung aktivitas masyarakat seperti bercocok tanam, beternak kambing, budidaya ikan dalam tambak atau berdagang. Selain itu, dapat pula disaksikan kegiatan masyarakat dalam mendaur ulang sampah menjadi kompos dengan cara yang sangat sederhana.
Bagi yang gemar memancing dengan nuansa alam terbuka, tersedia sarana memancing yang sangat menarik. Hasil dari pancingan tersebut dapat langsung dimasak sendiri menurut selera atau dihidangkan menjadi masakan khas desa setempat.
Terdapat pula kobak (mata air) yang tidak pernah kering sepanjang tahun dan merupakan asal muasal nama dari Desa Karang Tengah serta berbagai benda pusaka peninggalan kerajaan Pajajaran, seperti badik Sangga Buana yang diperkirakan sudah berumur sekitar 700 tahun, dan puluhan keris yang sampai saat ini masih terawat dengan baik oleh Babeh Idin sendiri.
Di Desa Karang Tengah ini, bisa disaksikan juga atraksi seni bela diri silat aliran “Jalan Paham” atau “Jingkrik” yang merupakan satu-satunya jenis silat yang tidak pernah dipertandingkan dalam kegiatan olah raga, karena aturan mainnya berbeda dengan jenis silat lainnya. Seni bela diri silat aliran Jalan Paham ini merupakan seni budaya asli masyarakat Karang Tengah.
Sumber: Majalah Travel Club
Recent Comments