FOTO-FOTO RULLY SATRIADI

Suasana di salah satu factory outlet (FO) di Kota Bandung yang selalu ramai setiap akhir pekan.

Bosan dengan hiruk pikuk Ibukota? Ingin menikmati suasana berbeda? Mungkin Bandung bisa menjadi salah satu alternatif pilihan untuk berakhir pekan bersama teman, keluarga, kolega bisnis, atau bahkan kekasih. Selain tidak terlalu lama waktu tempuh perjalanannya, cukup sekitar dua jam perjalanan melalui Tol Cipularang, Bandung juga memiliki segalanya sebagai tempat tujuan wisata.

Udara yang sejuk, tempat belanja produk fashion yang ditandai banyaknya factory outlet (FO) yang tersebar. Juga tempat makan yang diwakili oleh banyaknya kafe dan restoran yang menyajikan berbagai macam makanan yang mengundang selera. Tak heran bila setiap akhir pekan, atau hari libur nasional, kota ini selalu ramai dikunjungi, wisatawan terutama dari Jakarta. Bandung pun, tiap akhir pekan, bak lautan wisatawan!

Bahkan mereka rela ‘bermacet-macet ria’ hanya sekadar menikmati suasana Kota Bandung yang terkenal dengan sebutan Paris van Java ini. Seperti yang terjadi Sabtu pekan lalu, keluar pintu tol Pasteur sudah terlihat antrean panjang kendaraan warga Jakarta yang ingin memasuki Kota Bandung, walaupun waktu baru menunjukkan pukul 11.00 WIB.

Begitu juga ketika memasuki tempat wisata belanja, ratusan kendaraan yang umumnya berplat B memenuhi ruangan parkir FO-FO seperti di Jalan LMU Nurtanio, Sumatera, Aceh, Pangeran Diponegoro, dan Jalan Riau (RE Martadinata) yang menjual pakaian sisa ekspor dengan harga kompetitif. Cihampelas yang sedari dulu kondang sebagai tempat jeans dijual dan kawasan Dago yang merupakan tempat nongkrong, termasuk kawasan yang selalu ramai dikunjungi.

FO-FO di Bandung, banyak yang berupa rumah tua bergaya kolonial, yang ditata asri sehingga membuat pengunjung nyaman saat memilih atau mencari pakaian yang disukai. Selain itu kualitas dan varian pakaian yang dijual juga selalu mengikuti tren, sehingga sangat disukai para konsumen, khususnya para ibu dan remaja putri.

Sebut saja FO Herritage di Jalan RE Martadinata. Ratusan pengunjung memenuhi hampir seluruh ruangan. Begitu juga di seberang jalannya seperti FO For Men, Rumah Mode dan Summit, serta Blossom di kawasan Dago tak kalah ramainya. “Bandung memang tidak ada duanya, apalagi untuk keluarga kami yang suka makan, jajan, serta belanja. Bandung memang nggak ada duanya euy,” ujar Ete, warga Jakarta Timur yang memilih Bandung sebagai salah satu tempat favorit untuk berakhir pekan bersama keluarga. Hal sama diungkapkan Diana, warga Depok Jawa Barat.

Bandung memang pas sebagai sebagai tempat wisata keluarga. Bisa berbelanja, bersantap dan hal-hal lainnya yang mengasyikan, ada di kota itu. Mencari tempat bersantap dan oleh-oleh makanan? Banyak tersebar di penjuru Bandung, mulai dari yang kelas kaki lima, sampai restoran fine dining, ramai dikunjungi. Sebut saja yang popular di telinga orang Jakarta, yakni Kampung Daun, The Peak, Valley, Mak Onah, Dapur Sunda, Saung Kabayan dan banyak lagi.

Penjual gulali, jajanan tradisional juga dapat ditemui di kawasan Kampung Daun.

Suasana di Kampung Daun Culture Gallery & Café yang asri dan alami dengan suasana pedesaan.

Daun Labu

Jika ingin makan dengan nuansa pedesaan, Anda bisa mampir ke Kampung Daun Culture Gallery & Café yang terletak di kawasan objek wisata Cihideung arah ke Lembang, tepatnya di kawasan perumahan Villa Triniti.

Sayangnya jalan ke arah Kampung Daun cukup sempit, dan di beberapa titik ruas jalannya rusak dan berlubang sehingga mengganggu kenyamanan perjalanan. Tapi ketidaknyamanan itu langsung sirna sekitar dua kilometer menjelang memasuki kawasan itu, karena mata kita langsung disuguhi keindahan bunga-bunga beraneka warna yang dijual para pedagang di kiri-kanan jalan.

Sesampai di Kampung Daun, rasa penat langsung terobati melihat suasana pedesaan yang begitu alami dan asri. Sapaan akrab pramusaji yang mengenakan pakaian tradisional kebaya langsung menyambut setiap tamu yang datang. “Selamat datang di Kampung Kami, Kampung Daun”.

Kafe ini buka setiap hari mulai pukul 11.00 WIB hingga 23.00 WIB, dan pukul 24.00 WIB saat akhir pekan. Berbagai karakteristik dan keunikan wilayah pedesaan yang masih bersifat tradisional dapat ditemui di sini. Selain itu juga dapat ditemui pedagang keliling yang menjual dodol lipet, gulali, dan harum manis yang duduk berjejer di tepi jalan setapak Kampung Daun. Benar-benar serasa di kampung.

Nama Kampung Daun diambil karena di tempat seluas satu hektare ini dahulu dipenuhi daun-daun labu siam. Filosofi labu siam adalah semakin rimbun semakin merunduk. Jadi, Kampung Daun merupakan perkampungan yang low profile serta penuh kebersahajaan. Daun labu siam pun dijadikan sebagai lambang Kampung Daun.

Puas melihat-lihat, kita dapat memilih saung atau pondok tempat makan sesuai selera. Bisa memilih gubuk dengan kursi-kursi kayu atau lesehan atau menyandarkan tubuh dengan diganjal bantal guling, seraya menikmati udara segar di wilayah seluas satu hektare ini. Jika ingin menikmati uniknya tebing batu yang alami, merasakan segarnya air terjun dan gemericik air bisa berjalan agak ke atas. Di situ, akan ditemui cadas gantung yakni tebing batu yang menjulang.

Selain suasana pedesaan, peralatan makan yang menggunakan bahan-bahan tradisional juga menjadi perhatian utama. Berbagai pernik seperti piring dari anyaman bambu dan buah sebagai wadah nasi, seluruh bahan penyaji berkesan natural. Menu yang dihidangkan lebih banyak menu tradisional seperti nasi timbel khas Kampung Daun yang dibentuk kerucut dan diracik dengan bumbu yang khas atau nasi goreng yang disajikan dalam tapir dengan nasi di tengah dalam batok kelapa yang dikelilingi lauk-pauknya.

Puas menyantap hidangan, membuat kita enggan beranjak meninggalkan pondok atau saung. Udara yang sejuk dan gemericik air membuat betah untuk berlama-lama sambil menikmati pemandangan yang alami ini. Kita bisa duduk santai atau tiduran sambil bercengkerama dengan teman, keluarga, kolega bisnis atau kekasih.

Suasana romantis terasa saat beranjak malam, karena Kampung Daun dihiasi banyak lampion warna-warni dengan beragam bentuk, obor yang menyala sepanjang kiri-kanan jalan membuat pepohonan tampak bagai siluet yang menari mengikuti angin. [Rully Satriadi]