cybertravel.cbn.net.id

cybertravel.cbn.net.id

Gunung Ciremai benar-benar berkah bagi Kuningan. Segala pernik kabupaten di ujung timur Jawa Barat ini — sejarah, panorama, budaya, dan ekonomi — seolah memancarkan aura gunung berapi itu.

Ketinggian Cilimus, kecamatan di ujung utara Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, tak lebih dari 600 meter di atas permukaan laut. Seratus meter lebih rendah dari dataran tinggi Bandung. Tapi udara di Cilimus, terasa jauh lebih sejuk. Apalagi tiupan angin terus menggoyang rumputan, nyiur, dan padi muda, semilir memperpekat aura pegunungan.

Di muka sebuah gedung tua, saya berdiri. Lalu mencoba mereka-reka saat Presiden Soekarno, pada November 1946, berbincang dengan Lord Killearn dari Kerajaan Inggris dalam salah satu ruangannya. Ketika Van Boer dari Kerajaan Belanda dan Perdana Menteri Sjahrir berdebat soal kedaulatan RI. Manakala 17 pasal Perjanjian Linggarjati tentang Republik Indonesia Serikat disepakati.

Kini, dengan anggaran alakadarnya dari pengunjung, gedung bekas hotel itu tampak cukup terawat. Tapi juga berkesan merana dan kesepian. “Tak ada anggaran khusus untuk perawatannya. Kalau ada kerusakan, baru bisa diusulkan untuk diperbaiki,” kata Sukardi, penjaga gedung itu.

Dia menyebut, hanya mereka yang mengerti perjuangan RI yang mau datang. Bahkan, andai saja Bung Hatta dan Nyonya Sjahrir, pada 1975, tak mengunjunginya, mungkin gedung tua itu tetap jadi bangunan sekolah dasar. Lalu terlupakan dan tak pernah menyandang nama Gedung Perundingan Linggarjati.

Tapi, itulah, untung Hatta dan Nyonya Sjahrir sempat datang. Maka gedung inipun jadi incaran sekolah-sekolah, terutama di Jabar, DKI, dan Jateng, untuk memberi pelajaran sejarah bagi anak didik mereka. Lalu gedung seluas 800 meter di atas lahan 2,4 hektar itu pun jadi objek wisata andalan Kuningan.

Memandang sekeliling gedung itu, saya membayangkan saat Menteri Sosial Maria Ulfah Santoso, pada 1946, mengusulkannya sebagai lokasi pertemuan antara Belanda dan RI. Panasnya hubungan kedua pihak, menyusul proklamasi kemerdekaan RI, lebih mudah mendingin dalam suasana gedung itu. Udara begitu sejuk. Di belakang gedung menjulang Gunung Ciremai. Di mukanya rimbun pepohonan heterogen. Di sela-sela pepohonan itu, mengalir deras air panas alami.

Dan itulah sesungguhnya gambaran Kuningan. Kabupaten ini dianugerahi hawa yang nyaman, tanah yang subur, air –panas dan dingin– yang melimpah, pepohonan yang rimbun, dan panorama yang menawan. Nyaris keseluruhan wilayah Kuningan berada pada hamparan timur kaki Ciremai, tepat menghadap matahari terbit. Jalan-jalan dan sungainya berliku, mengikuti kontur tanah yang berbukit-bukit dan berlembah.

Menikmati semua itu, lepaslah berbagai penat. Tak ada persoalan bising, macet, dan kegerahan metropolitan. Anda pun bisa menyaksikan kehidupan yang begitu selaras dengan alam. Anda bisa menikmati semua itu seraya menikmati renyahnya tahu Jagabaya, manisnya tape ketan Cibeureum, atau segarnya jeruk nipis peras khas Kuningan.

“Kuningan memang punya tempat-tempat dan produk yang bagus, tinggal bagaimana kita mengelolanya,” ungkap H Aan Suharso. Dia mengakui, sebagian lokasi wisata di wilayahnya belum tertata baik, padahal potensinya besar. Akses menuju lokasi wisata misalnya, tak semuanya dalam kondisi baik. “Anggaran untuk membangunnya terbatas,” tambah Aan.

Kendati demikian, bukannya Pemda Kabupaten Kuningan tak berbuat. Pengembangan kawasan wisata terus dilakukan dengan melibatkan masyarakat dan pengusaha. Telaga Remis misalnya, mulai menjadi andalan wisata Kuningan setelah dikelola secara bersama-sama oleh Pemda, masyarakat sekitar lokasi wisata, dan Perhutani.

Pengembangan pun dilakukan masyarakat. Yayasan Visi Wisata Alam (Visita) Kuningan, misalnya, mengembangkan kawasan wisata Lembah Cilengkrang. Wisatawan bakal diajak menikmati apa yang mereka sebut sebagai Amazon van Java, memasuki belantara Ciremai yang alami, menyaksikan aneka ragam tumbuhan, menyeberangi sungai, mandi air panas dan air terjun, menyaksikan satwa langka, dan mendengarkan aneka ragam kicau burung.

Di kawasan ini pula, kalau beruntung, kita dapat menyaksikan kepak elang Jawa (Spizaetus bartelsi), hewan langka yang jumlahnya tak lebih dari 350 ekor. Bahkan masyarakat setempat konon masih menyaksikan adanya harimau Jawa yang telah dinyatakan punah.

Dinas Pariwisata Kabupaten Kuningan menyebutkan, alam dan budaya menjadi aset utama pariwisata Kuningan. Di Desa Sangkanurip, Kecamatan Cilimus, misalnya, Pemda mencoba mengembangkan kawasan desa wisata. Objek wisata baru ini meliputi Dusun Simenyan, Tonjong, dan Munjul –kerap disingkat Sitonjul. Suasana kehidupan pedesaan menjadi bahan jualan, lengkap dengan keragaman hayati, kesejukan udara, kegiatan petanian, serta panorama sungai, sawah, dan air terjun.

Kekayaan alam boleh dikata jadi kekuatan utama pariwisata Kuningan. Dan sebagian besar di antaranya bernuansa wisata air (tirtawisata). Sebut misalnya Waduk Darma, Balong Darmaloka, Telaga Remis, Cibulan, pemandian air panas dan spa di Sangkanurip, serta ikan dewa di Cigugur.

Waduk Darma adalah nama bendungan buatan, terletak pada jalur Kuningan Ciamis pada kilometer ke-12. Datanglah pada bulan September, Anda akan menyaksikan beragam pentas budaya daerah seperti goong renteng, rudat, jaipongan, dan calung. Pentas-pentas ini merupakan bagian Festival Waduk Darma, berbarengan dengan atraksi ketangkasan seperti panahan, lomba rakit, lomba dayung, dan lomba layang-layang.

Pada penghujung tahun, kabut biasanya menyelimuti kawasan waduk ini. Danau buatan yang mulai beroperasi pada 1962 itu bakal tampak tak bertepi. Sedangkan saat cerah, panorama yang memikat mencuat ketika matahari terbenam.

Pemda Kabupaten Kuningan telah melengkapi lokasi wisata ini dengan berbagai fasilitas. Ada 12 perahu motor di sana yang siap mengantar Anda mengelilingi danau atau mengunjungi Pulau Goong di waduk. Cukup dengan biaya Rp 3.000 per orang atau Rp 30 ribu untuk satu rombongan berjumlah 10 orang.

Anda juga bisa mengajak anak-anak berenang di kolam yang tersedia. Jika ingin menginap, Anda bisa menyewa cottage sederhana atau mendirikan tenda di atas camping ground yang ada.

Bila yang diinginkan adalah danau alami dengan suasana rimba, Telaga Remis bisa jadi pilihan Anda. Terletak di perbatasan Kuningan_Cirebon, kawasan wisata ini sebenarnya terdiri atas delapan telaga. Selain Remis, telaga lainnya adalah Nilem, Lea, Deleg, Leutik, Buruy I, Buruy II, dan telaga Tespong.

Seperti halnya di Waduk Darma, di Telaga Remis pun Anda dapat menikmati wisata air. Anda bisa memancing, naik perahu motor, bersepeda air, bahkan berenang. Bedanya, suasana sekitar danau berupa hutan lebat, karena kawasan ini memang berada di atas lahan Perhutani.

Kendati berada di wilayah Kuningan, Telaga Remis lebih dekat dengan Sumber, ibukota Kabupaten Cirebon. Jika dari Kuningan, objek wisata yang dikelola masyarakat ini berjarak 37 km, maka dari Sumber hanya berjarak 5 km. Jalan yang harus ditempuh pun lebih bagus dari Sumber daripada dari Kuningan.

Di kawasan ini, berdiri puluhan rumah makan. Ikan bakar jadi santapan khasnya. Setiap akhir pekan, ratusan pengunjung datang hanya untuk menikmati santapan itu. Ratusan lainnya langsung masuk ke danau wisata. Jalur selebar lima meter menuju kawasan ini pun acap macet akibat membludaknya pengunjung. Apalagi bila di kawasan wisata itu ditampilkan beragam pertunjukan seni.

Nah, dalam soal ikan, Kuningan punya keunikan. Ini menyangkut apa yang disebut sebagai ‘ikan dewa’ atau ikan keramat. Di lokasi wisata Cibulan, Cigugur, dan Darmaloka, ikan ini hidup tanpa gangguan manusia. Bahkan bila Anda berenang di kolam Cigugur atau Cibulan, ikan-ikan itu bakal menjadi teman berenang. Ikan-ikan itu bisa jadi akan mengikuti Anda karena mereka memang tak takut pada manusia.

‘Ikan dewa’ sebenarnya adalah jenis ikan Kancra Bodas (Labeobarbus dournensis). “Ikan ini jarang dijumpai di daerah lain,” tutur Ida Faridawati. Warga setempat tak berani mengganggunya, sehingga ikan-ikan itu tumbuh hingga mencapai panjang 75 cm.(arys hilman/dokrep/agustus 2001) – www.republika.co.id