Keindahan alam, keanekaragaman flora dan fauna serta keramahan penduduk, membuatnya menjadi obyek wisata dalam daftar wajib kunjung.

Pernah berkunjung ke Ciamis? Satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat ini ternyata memiliki banyak obyek wisata alam yang bisa menjadi rekomendasi tepat bagi Anda yang senang berwisata alam. Terlebih lagi, jika Anda penikmat suasana pantai, nama Pantai Pangandaran tentunya masuk dalam daftar tujuan perjalanan wisata.

Pantai Pangandaran merupakan salah satu daerah wisata yang diunggulkan pemerintah daerah setempat. Terletak di pesisir selatan Laut Jawa atau sekitar 92 km arah selatan Kota Ciamis, Pantai Pangandaran menjadi sebuah pantai yang nyaman untuk disinggahi. Deburan ombak yang tidak terlalu besar meluluhkan hamparan pasir putih hingga menyatu dengan air laut yang biru. Semilir angin laut pun menambah hangat suasana.

Masih di sekitar kawasan Pantai Pangandaran, terdapat sebuah bukit seluas lebih dari 500 hektare yang membagi kawasan pantai menjadi dua, yaitu Pantai Barat dan Pantai Timur. Bukit tersebut kemudian dijadikan Taman Wisata Alam Pangandaran oleh Pemda, yang di dalamnya terdapat berbagai jenis flora dan fauna. Ada pula cagar alam laut seluas 470 hektare.

Memasuki wilayah ini seperti berkunjung ke kebun binatang di tengah hutan, meskipun tidak banyak hewan yang hidup di hutan tersebut, sebut saja rusa, berbagai jenis kera, kelelawar, burung Kangkangreng Perut Putih dan di puncak bukit terdapat ladang yang masih ditempati hewan liar berjenis banteng.

Selain itu, ada pula gua-gua alam dan gua buatan seperti Gua Parat, Gua Sumur Mudal, Gua Lanang, Gua Jepang serta sumber air Rengganis dan Pantai Pasir Putih dengan Taman Lautnya yang indah.

Sinar matahari pagi masih terasa hangat menyentuh kulit tatkala rombongan Familirization Trip (famtrip) Pangandaran dari Depbudpar, menyusuri Desa Pananjung dengan menggunakan alat transportasi tradisional becak.

Pantai Pangandaran terletak tidak jauh dari Desa Pananjung, Ciamis. Jarak yang dapat ditempuh dari desa menuju pantai berkisar tujuh kilometer. Kami pun diajak mengelilingi desa untuk melihat kehidupan masyarakat sekitar. Dari 12 ribu penduduk, empat ribu diantaranya hidup sebagai nelayan.

Senyum ramah penduduk serta sapaan khas bocah-bocah Pangandaran selalu menemani kami yang sedang dalam perjalanan. Akrab, seperti itulah yang kami rasakan saat membaur bersama mereka.

Persinggahan pertama, local guide membawa kami ke rumah penduduk yang memproduksi tempe. Makanan khas Indonesia ini dijual lumayan murah, seribu lima ratus rupiah untuk tempe berukuran besar dan lima ratus rupiah untuk ukuran kecil.

Selesai melihat produksi tempe, perjalanan kami lanjutkan ke tempat pembuatan gula aren, yang juga dijadikan oleh-oleh khas Pangandaran. Gula yang berasal dari bunga kelapa atau orang setempat biasa menyebutnya manggar, dijual tujuh ribu rupiah sekilonya. Cukup murah, bukan? Beranjak dari tempat pembuatan gula, kami diajak melihat proses pembuatan kerupuk udang dengan bahan baku ikan layur.

Rombongan becak pun beranjak pergi menyusuri Pantai Pangandaran. Di sini lah bencana tsunami itu terjadi. Ratusan nyawa penduduk hilang dan tidak ada yang tersisa satupun dari bangunan yang berdiri di sekitar pantai. Pandangan kami hanya tertuju pada hamparan hijau pohon kelapa dan rumput-rumput liar.

Sangat menyedihkan tatkala keindahan Pantai Pangandaran dan sekitarnya hilang dalam sekejap mata karena dihantam tsunami pada 2006 silam. Kini, perlahan tapi pasti, geliat pariwisata di bumi pasundan itu mulai terlihat kemajuannya.

Banyak pihak, mulai dari Pemda, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, hingga organisasi luar negeri, dan masyarakat saling bekerjasama demi mengembalikan citra Pantai Pangandaran sebagai daerah wisata. Bahkan, rencananya Pangandaran akan berdiri sendiri menjadi sebuah Kabupaten yang berpusat di Parigi. Berharap, Pangandaran segera pulih dari ‘sakitnya’.

Sumber: Majalah Travel Club